Belajar Menulis di Teacher Writing Camp #3

“Kritiklah omjay biar bisa kurus!”  Kalimat itu seketika disambut tawa lepas para peserta Teacher Writing Camp 3 di Rawamangun 28-29 Desember 2013. Betapa tidak! Yang mengucapkannya tidak lain adalah Wijaya Kusuma sewaktu memberikan sambutan. Kita tahu, Omjay alias Wijaya Kusuma ini, adalah "orang besar" dalam arti yang harfiah, alias bertubuh gemuk.  Kalimat itu sangat menarik, tidak hanya untuk sebuah lelucon dan dijadikan jurus merefresh forum (seperti kebiasaan Tukul Arawan mengejek bibirnya sendiri), tetapi sebagai sebuah sikap yag harus dimiliki oleh seorang blogger sekelas Omjay. Jadi, mari kita kritik Omjay dari berbagai sisi! Hehe..

Bukan, bukan itu yang ingin saya sampaikan. Begini, dalam sesion pertama TWC 3 yang diisi oleh tiga pembicara, yakni, Rudy Hilkya, Siti Mugi Rahayu, dan Sukani, beberapa kali disebut sebut kata “kritik”. Ada memang yang tidak menyebut, dan saya yang akan menyebutnya nanti. Yang jelas, meski topiknya bertajuk, “Motivasi Menulis di Media yang Menghasilkan” ketiga pembicara yang merupakan peraih Acer Guraru Award 2013 itu lebih dari sekadar memberikan suntikan motivasi.

Rudy Hilkya menyatakan bahwa menulis itu mudah. “Menulis seperti naik sepeda, semakin sering mengayuh sepeda, semakin lihailah kita,” kata Guru Fisika berkacamata itu. Lebih dari itu, Rudy mengatakan bahwa menulis merupakan sesuatu yang indah, seperti halnya sebuah sajak. Tapi menulis harus didasari dengan penuh cinta kasih, terutama ketika kita menulis di blog.

Blog merupakan media online di mana antara penulis dan pembaca tidak saling bertatap muka secara langsung. Karenanya, menurut Rudy, dalam menulis kita harus berhati-hati, baik ketika menulis komentar atau pun postingan. Kita memang bebas menulis apa saja, , tetapi mestinya tidak diiringi dengan hujatan, cercaan, atau menjelek-jelekkan pihak lain. Kritik memang penting, tetapi cara mengkritik jauh lebih penting. Bukankah kritik itu ditujukan bukan sebagai ajang menang-menangan atau mencari keburukan orang lain? Rudy menandaskan: “Meskipun kita tidak suka dengan tulisan orang lain, kritisilah dengan santun.” Jadi nanti kritisi tulisan ini dengan santun ya, teman-teman!
Ya, soal mengkritik dan menghadapi kritik memang mesti dimiliki seorang blogger. Pujian memang penting, terutama buat anak-anak usia belasan, juga para blogger. Tapi pujilah dengan sederhana, agar tidak terlalu membuat GR penulisnya. Tulisan-tulisan Omjay misalnya, komentarilah dengan pujian yang ringkas dan cerdas: “wah, menarik nih”. Atau “inspiratif banget”. Atau tidak usah dikasih komentar juga tidak apa-apa, toh Omjay jarang memberi komentar untuk tulisan kita atau menanggapi komentar yang kita berikan kepadanya. Hehe..

Lanjut! Dengan terbiasa menghadapi kritik dari orang lain, menurut Rudy, kita sebenarnya juga sedang belajar untuk menjadi orang yang terbiasa berhati-hati dalam menghadapi masalah.

Mugi Rahayu yang mendapat giliran berikutnya menjelaskan dengan cemerlang tentang bagaimana seorang blogger mengatur dirinya? “Setiap orang,” kata Mugi, “punya waktu luang yang berbeda-beda. Dan yang paling penting adalah bagaimana memanfaatkan waktu luang yang ada.” Bagaimana? Begitu pikiran para pendengar.

Tips dari Mugi Rahayu sangat sederhana, yaitu jangan membawa pekerjaan sekolah ke rumah. “Saya di rumah adalah milik keluarga,” kata ibu empat anak ini. “Barulah setelah anak sudah tidur, saya…. menjadi milik suami buka laptop dan mulailah menulis.”

Di akhir presentasinya, Ibu empat anak ini memberikan sebuah pantun:

Buah jeruk manis rasanya

Kalau presentasi saya buruk

Ingatlah kenangan manis kita.

Saya lama termenung, kita punya kenangan manis apa ya, Bu? Hehe…

Nah, tiba giliran Sukani berdiri. Mengawali dengan yel-yelnya, hingga sakit gigi saya kambuh lagi. Mula-mula guru Matematika ini menderetkan prestasinya yang panjang, bahkan juga seminar dan workshop yang pernah ia ikuti—yang terakhir hanya selintas saja. Perkenalannya yang panjang itu barangkali ditujukan untuk ngiming-imingi para peserta TWC 3, saya khususnya. Atau mungkin seolah-olah Mas Sukani (nama Fecebooknya) ingin mengatakan begini, “Ini lho manfaat saya ngeblog, salah satunya dapat berbagai macam hadiah.” Saya berani mengatakan begitu karena tahu benar bahwa Pak Sukani ini orangnya tahan kritik. Begitu, kan?

Sukani, guru yang penampilannya mirip Jokowi ini memang luar biasa. Selain di Guraru.Org, ia juga punya blogspot, dan media e-learning di edu20.0rg. Baginya ngeblog seakan sudah menjadi istri kedua. Ketika istri pertama sudah tidur, larilah beliau kepada dekapan istrinya yang kedua. Dan sebagai guru, Sukani menjadikan blog untuk meningkatkan minat dan motivasi belajar anak-anak.

“Menulis tidak sekadar hoby tetapi sebagai pilihan hidup,” demikian Sukani mengakhiri presentasinya yang seketika disambut riuh meriah tepuk tangan dari berbagai sudut penjuru ruang rapat Wisma UNJ Rawamangun Jakarta Timur. Behhh…

Akhir kata, maafkan jika ada kata atau kalimat yang tidak berkenan. Tulisan di atas merupakan contoh tulisan orang yang baru sembuh dari sakit gigi!

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »