Pasal 8 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Silip (CPNS) menyebutkan bahwa Instansi Negeri dilarang mengangkat pegawai baru. Larangan ini bersifat tegas dan jelas. Tapi pada kenyatannya, kebutuhan akan tenaga baru di instansi negeri terus terjadi. Sementara pemerintah belum atau tidak mampu mengkat guru baru. Kondisi ini kemudian mengakibatkan banyak sekolah/madrasah negeri terpaksa harus mengangkat guru bantu untuk mengisi kekosongan jumlah guru.
Pemerintah jelas sangat tahu persoalan dan fenomena yang terjadi di bawah, hanya saja lebih suka menutup mata, membiarkan ribuan guru non-PNS sekolah negeri terus berambah. Dan parahnya, pembiaran ini tidak berlangsung satu atau dua tahun, tetapi sudah hampir 10 tahun. Padahal jelas, secara hukum guru non-PNS yang bekerja di instansi negeri tersebut tergolong ilegal. Lalu kenapa pemerintah membiarkan?
Kekurangan Guru
Permasalahan tenaga guru yang kurang, sebenarnya tidak hanya dialami di Indonesia. Menurut sebuah laporan yang dikeluarkan PBB, hampir setengah dari jumlah seluruh negara di dunia mengalami kekurangan tenaga guru. Kekurangan guru yang terjadi di Indonesia bukan disebabkan karena Indonesia miskin tenaga guru, melainkan karena persebaran guru yang tidak merata.
Pemerintah sendiri mengaku bahwa jumlah guru PNS masih jauh dari kondisi yang ideal. Ini terjadi hampir di setiap jenjang pendidikan. Di jenjang SMP saja misalnya, saaat ini ada kekurangan guru sejumlah 97.578 orang. Tapi kita beruntung, karena kekurangan tersebut ditutupi oleh hadirnya guru Non-PNS.
Dengan gaji yang rendah guru Non-PNS di sekolah negeri ikut mengambil peran yang besar dalam mencerdaskan generasi bangsa. Mereka memiliki beban kerja dan tanggung jawab yang sama dengan Guru PNS, tapi kesejahteraan mereka sangat tidak patut dibandingkan. Dan yang lebih ironis lagi, meski sudah mengabdi bertahun-tahun, status mereka tidak diakui menurut hukum yang berlaku.
PP Nomor 48 Tahun 2005 memang telah dua kali mengalami perubahan, yakni pada tahun 2007 dan pada 2012. Sayangnya perubahan tersebut sama sekali tidak menyentuh persoalan payung hukum bagi guru Non-PNS di sekolah negeri yang mengabdi setelah tahun 2005. Padahal, selama tidak ada perubahan pada pasal tersebut, maka selama itu pula ribuan guru yang bekerja di sekolah negeri akan terus mendapat sebutan “guru ilegal”.
Nasib Malang Guru Ilegal
Guru non-PNS yang bekerja di instansi negeri tidak berdosa, sebab toh mereka telah mendapatkan surat tugas, meskipun hanya dari Kepala Sekolah. Bagaimana dengan Kepala Sekolah yang mengangkat mereka? Jika didasarkan pada PP. Nomor 48 tahun 2005, tentu Kepala Sekolah bersalah. Tapi kita bisa membayangkan jika semua Kepala Sekolah di negeri ini mematuhi pasal 8 PP tersebut. Betapa Indonesia akan kekurangan banyak sekali guru.
Negara berutang banyak dengan guru non PNS, dalam hal ini, mereka yang bekerja di sekolah/madrasah negeri. Sayangnya Pemerintah masih ogah mengakui keberadaan mereka. Ini menjadi bukti jika Pemerintah hanya setengah hati saja memberlakukan PP tersebut. Guru Non PNS dianggap anak jadah, tapi dipelihara. Sayangnya, ibarat orang tua, pemerintah telah durhaka pada anaknya, memelihara tanpa rasa kasih sayang, penuh rasa tak acuh, dan kadang-kadang arogan.
Sungguh malang nasib guru non PNS di sekolah negeri. Status ilegal yang melekat pada mereka membawa sekian konsekuensi yang merugikan dan melemahkan mereka mengemban tugas profesinya. Tidak seperti guru non-PNS di sekolah swasta, guru ilegal tidak bisa mengikuti program-program pemerintah, seperti sertifikasi dan mendapatkan Nomor Unik Tenaga Pendidik dan Kependidikan (NUPTK).
Melihat realita dan fenomena tersebut, kita semua berharap, Presiden dan Wakil Presiden, juga Menteri Pendidikan dan Kebudayan yang baru, dapat menyelesaikan problem yang sangat mendasar ini. Berikan legalitas, pengakuan dan kasih sayang bagi guru non-PNS di instansi negeri. Pengakuan ini tidak selalu berupa pengangkatan mereka menjadi Pegawai Negeri Sipil, bukan! Berikan kesempatan dan hak yang sama kepada mereka sebagaimana halnya yang diberikan kepada guru non-PNS di sekolah/madrasah swasta. Jika permasalahan ini tidak segera disikapi niscaya akan menjadi bom waktu, dan pendidikan di Indonesia selamanya tidak akan pernah maju.
Apa komentar anda?
***
Bantu kami menyuarakan aspirasi dengan membagikan artikel ini. Terimakasih kebaikannya.