Oleh M. Yusuf Amin Nugroho
Tema cinta belum selesai dan barangkali tak akan pernah selesai diangkat ke dalam cerita fiksi. Sebab masing-masing orang mempunyai pengalaman tentang cinta yang tentu berbeda-beda. Setidaknya hal itulah yang mendasari Kurnia Effendi meluncurkan antologi cerpen berjudul "Burung Kolibri Merah Dadu" yang memuat 14 cerpen bertema cinta.
Kurnia Effendi, atau yang lebih akrab di panggil Kef, mengaku bahwa ke-14 cerpen dalam buku ini terinspirasi dari orang-orang di sekelilingnya. Kef seolah-olah ingin bercakap-cakap kembali dengan orang-orang yang singgah dalam kenangannya. Tentu saja Kef tidak menuliskan apa adanya dari yang pernah ia lihat, dengar, atau rasakan, melainkan hanya membingkai peristiwa-peristiwa yang menarik dan mendebarkan.
Ada yang menarik dari kebiasaan Kef menuangkan kenangannya menjadi bentuk cerpen. Yakni, pemberinan nama pada tokoh-tokohnya. Tanpa segan-segan Kef memberikan nama pada tokoh-tokoh dalam cerpennya dengan nama orang-orang yang nyata pula. Seperti tokoh Rara dalam Gerimis Februari, Fransiska (nama babtis Tina K) dalam Burung Kolibri Merah Dadu, Stef (untuk penggilan Stefani Hidayat) Pak Damar (samaran nama Budi Darma) dalam Merpati Stefani, Acep Zamzam Noor dalam Sepanjang Braga, dan Endah Sulwesi Cinta Separuh Malam. Tak jarang Kef juga memasukkan karakter, harapan, atau impian seseorang yang ia kenal ke dalam kehidupan tokoh-tokoh imajinatifnya.
Ambillah contoh pada cerpen Gerimis Februari. Kef sebenarnya tengah melakukan upaya untuk mendokumentasikan sebuah perkenalan yang tak terlupakan dengan seorang gadis yang ia ibaratkan sebutir kuarsa dari hamparan pasir. Adit, tokoh utama dalam cerpen itu, diam-diam menaruh rasa cinta dengan Rara, gadis yang ditemukannya secara ajaib di sebuah gedung. Namun Adit selalu cemas untuk mengatakannya, karena takut menghancurkan persahabatan. Hingga suatu ketika akhirnya Adit menulis surat yang dibungkus amplop merah jambu untuk Rara. "Pertanyaanmu, Rara, tentang siapa gadis yang menjadi Pacarku, membuatku tak mungkin langsung sanggup menjawab. Karena takut akan membuatmu terkejut jika kujawab: gadis itu adalah dirimu…" (hlm:24). Sebuah cerita yang sangat sederhana sebenarnya. Tapi berkat kelihaian Kef menjalin peristiwa dengan menggunakan kata-kata yang puitis menjadikan cerita tersebut tidak menjenuhkan.
Pertemuan kembali Kef dengan Tina K, juga membuahkan inspirasi yang memaksa Kef untuk menulis cerpen Burung Kolibri Merah Dadu. Judul tersebut sebenarnya sudah dipakai oleh Tina K untuk cover story di Majalah Anita Cemerlang tahun 1985-an Karena ketertarikan Kef, maka ia kemudian membuat cerita yang berbeda dengan judul yang sama. Berkisah tentang seorang perempuan bernama Fransiska yang mempunyai kenangan pahit dengan suaminya, Jimmy. Fransiska yang suka berpindah-pindah kerja dan tempat tinggal, seperti seekor kolibri yang liar, suatu ketika menemukan sebuah puisi yang ditulis Jodig Givara, lelaki yang sempat akrab dengannya, di sebuah majalah. Mereka bertemu di sebuah hotel dan di sanalah burung kolibri itu kembali menemukan cinta.
Lain lagi dengan cerpen Merpati Stefani yang pernah dimuat di Jawapos 12 Februari 2006, dan sempat ramai mendapat tanggapan di koran yang sama, termasuk oleh Budi Darma. Kef mengaku, bahwa cerpen ini terinspirasi dari pengalaman Stefani Hidayat, sahabat Kef, sewaktu membawa sepasang merpati dalam perjalanan naik pesawat bersama Budi Darma, dari Jakarta ke Surabaya. Tak jauh beda dari pengalaman Stefani Hidayat, Merpati Stetani bercerita tentang seorang perempuan benama Stef yang membawa sepasang merpati dalam pesawat ke Surabaya bersama Pak Damar, seorang Dosen berstatus Guru Besar. Sesampainya di Surabaya Stef, yang juga merupakan mahasiswa Pak Damar mengikutsertakan merpati jantannya dalam sebuah ajang lomba. Tapi sayang, merpati jantannya justeru hilang. Ketika Stef berniat melepas merpati betinanya yang kesepian, Pak Damar datang membawa merpati jantan milik Stef yang hilang. Ternyata merpati jantan Stef sudah lama hinggap di jendela kamar Pak Damar.
Meskipun Kef mengisahkan sebuah cerita dari kisah-kisah nyata, baik dari pengalaman orang lain atau dirinya, dengan memasukkan nama-nama yang benar-benar ada atau sedikit menyamarkannya ke dalam tokoh-tokohnya, tetaplah apa yang ditulisnya merupakan fiksi belaka. Dalam fiksi, menurut Aart van Zoest, terdapat sebuah manupulasi yang disengaja. Seorang yang membaca teks fiksi, dalam hal ini cerpen, secara langsung sadar bahwa dirinya sedang dimanipulasi, dan karena kesadarannya itulah sebenarnya tidak terjadi manipulasi. Manipulasi terjadi bila seorang pembaca menghadapi teks non fiksi, dan tidak sadar bahwa penulisnya sedang melakukan manipulasi terhadap pembaca.
Dengan demikian, nama tokoh-tokoh cerpen Kef dalam buku ini sudah bukan merupakan tokoh yang nyata lagi, melainkan sepenuhnya menjadi tokoh cerita yang fiktif. Pembaca tidak perlu repot menanyakan apakah Pak Damar, dalam cerpen Merpati Stefani benar-benar merupakan sosok Budi Darma ataukah bukan. Sebab dalam menuangkan pengalaman Stefani Hidayat, Kef menuliskannya dalam bentuk cerpen yang tentu saja telah dibumbui dan didramatisir.
Cerpen cinta yang ditulis Kef dari tahun 1983-2006 dalam antologi ini hampir secara keseluruhan berkisah tentang dunia remaja yang hidup di perkotaan dan berasal dari kelas menengah ke atas. Maka tak heran banyak ditemukan kata yang begitu akrab dengan tokoh-tokohnya, seperti bioskop, JAZZ, Valentine, Hotel, Kafe, KFC, Baleno, Kafe, dan lain sebagainya. Selain itu ternyata Pengarang juga sangat peduli dengan persoalan cinta yang lazim, semisal cinta segitiga, yang bisa ditemukan dalam cerpen Hari-hari Merah Jambu, Sekuntum Lily, Langit Makin Unggu, dan Burung Kolibri Merah Dadu.
Meski demikian buku setebal 260 halaman ini tetaplah patut di apresiasi bersama. Di tengah krisis cinta yang menyebabkan kita lebih sering mangedepankan kebencian dan menyelesaikan masalah dengan baku senjata dan kekesaran, kehadiran cerpen cinta menjadi penting. Melaui cerpen, Kef seolah ingin mengingatkan pada kita, tentang perasaan yang sering terlupakan di tengah rutinitas yang menipu dan fana.
diresensi dari:
Judul Buku: Burung Kolibri Merah Dadu
Penulis: Kurnia Effendi
Penerbit: Bentang Pustaka
Cetakan: I, Februari 2007
Tebal Buku: xvi + 260 halaman
Penerbit: Bentang Pustaka
Cetakan: I, Februari 2007
Tebal Buku: xvi + 260 halaman
Harga: Rp.32.000
2 comments
commentsJalan sore....Semoga sukses di Lomba Blog Guru....Salam Kenal
Replyterimakasih dukungannya Pak Hadi Setyo. Ternyata cuma dua orang yang dari Wonosobo. salam kenal kembali.
Reply