Masa Depan Anak-anak "Generasi Z"

Perkembangan teknologi dan informasi terus menggila. Wajah dunia sekarang diliputi dengan teknologi digital hampir di semua lini. Kita tak mampu membendungnya. Dan lari darinya justru akan menyusahkan dan kerepotan diri sendiri.

Sekarang kita hidup di era cyber atau era digital yang unik, aneh, dan penuh tantangan. Berbagai peralatan super canggih, khususnya handphone, komputer, game (gadget) secara tidak langsung telah merubah pola pikir dan gaya hidup masyarakat. Akibat dari penggunaan gadget-gadget tersebut tidaklah melulu positif, tergantung siapa dan bagaimana menggunakannya. Karena itulah, dibutuhkan upaya prefentif agar "generasi Z" yang sedang tumbuh dapat terkontrol dalam menggunaan gadget.

Generasi Z merupakan generasi terkini yang lahir sesudah tahun 1994 dan sebelum tahun 2004. Apabila kita amati, anak-anak generasi Z ini menunjukkan ciri-ciri di antaranya memiliki kemampuan tinggi dalam mengakses dan mengakomodasi informasi sehingga mereka mendapatkan kesempatan lebih banyak dan terbuka untuk mengembangkan dirinya. Secara umum, generasi Z ini merupakan generasi yang banyak mengandalkan teknologi untuk berkomunikasi, bermain, dan bersosialisasi.

Generasi Z, yang sekarang sudah berusia pra-remaja, dalam banyak hal berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya, yakni generasi Baby Boomers (lahir 1946-1964), generasi X (lahir 1965-1980) dan Y (lahir 1981-1995). Salah satu perbedaan yang mencolok adalah ketertarikan mereka kepada perangkat gadget di saat usia mereka masih sangat muda.

Melihat gejala-gejala dan tingkah laku yang ditujukkan oleh generasi Z tersebut, para ahli sebagian menamakan generasi Z sebagai generasi digital, ada pula yang memberikan terminologi lain, seperti net generation, naturally gadget generation, platinum generation, dan silent generation.
Sebagaima ditulis Tuhana Taufiq Andrianto (2011), diperkirakan akan terjadi booming "Generasi Z" sekitar tahun 2020, di mana aktifitas-aktifitas generasi Z ini sangat mengandalkan gadget berformat digital. Disamping dampak positifnya, ketergantungan berlebihan terhadap peralatan canggih secara otomatis juga akan membawa dampak negatif bagi mereka, antara lain: anak cenderung berkurang dalam komunikasi secara verbal, cenderung bersikap egosentris dan individualis, cenderung menginginkan hasil yang serba cepat, serba-instan, dan serba-mudah, tidak sabaran, dan tidak menghargai proses. Kecerdasan Intelektual (IQ) mereka mungkin akan berkembang baik, tetapi kecerdasan emosional intelligence mereka jadi tumpul.
Maka, yang paling penting dilakukan sekarang, khususnya oleh orang tua dan pendidik, adalah mengajari dan memberikan pengertian yang gamblang mengenai seluk belum dunia gadget dan cara memanfaatkannya dengan benar.

Dedeh Kurnasih (2010) memberikan beberapa kiat yang dapat diterapkan oleh orang tua dan guru agar tidak salah langkah dalam mendidik anak, antara lain: Pertama, mendekati anak lewat gadget. Dengan langkah ini, orangtua atau pun guru menjadi setara denga si anak dan nyambung dengan kemampuan si anak. Kedua, memberikan keseimbangan kepada anak. Menurut para ahli aneka gadget hanya akan membuat salah satu sisi otak manusia yang terstimulasi. Padahal seharusnya kedua belahan otak, baik belahan otak kanan maupun kiri distimulasi secara seimbang. Cara menyeimbangkannya antara lain dengan melibatkan anak-anak dalam kegiatan seni, seperti melukis, menari, musik dan lain sebagainya. Ketiga, menumbuhkan kebersamaan si anak dalam keluarga. Kita tidak boleh membiarkan anak berlarut-larut dalam kesendirian dan terlalu akrab dengan gadget-nya. Oleh karena itu orang tua harus menciptakan suasana yang hangat dalam keluarga sehingga anak menjadi pribadi yang peduli, dan senang bersosialisasi dengan orang lain.
---------
Sumber Referensi:

Tuhana Taufik Andrianto, Mengembangkan Karakter Sukses Anak Di Era Cyber (Ar-Ruzz Media, Yogyakarta: 2011)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »