Oleh; M. Yusuf Amin Nugroho
SETELAH gerakan tuntas buta
aksara dan gerakan wonsobo menanam mendapat samputan meriah dari publik, yang
ditunggu oleh masyarakat selanjutnya adalah gerakan wonosobo membaca. Apa
pentingnya gerakan membaca? Bukankah tanpa membaca, kita tetap bisa memanen tagung,
kentang dan tembakau?
Wonosobo memang daerah agraris, tetapi bukan berarti membaca
itu tidak penting. Bagaimana pun membaca merupakan kegiatan yang memiliki nilai
manfaat luar baisa. Membaca bukan hanya sanggup menumbuhkan daya imajinasi dan
kreatifitas yang sangat dibutuhkan dalam hidup, tetapi juga sanggup mengurangi budaya
kekerasan yang merebak. Sebuah buku adalah jendela dunia di mana huruf-huruf di
dalamnya akan menjadi hidup jika dibaca, untuk kemudian menjelma menjadi cahaya
pengetahuan. Bertaninya orang Jepang, yang penduduknya punya minat baca begitu
tinggi, tentu jauh berbeda dengan cara bertaninya orang Indonesia.
Itulah kenapa tingkat penguasaan literer suatu masyarakat seringkali dijadikan
tolak ukur peradabannya.
Meskipun Perpustakaan
Umum Daerah (Perpusda) tinggat II Wonsobo selama bertahun-tahun tidak mengalami
perkembangan yang signigikan, khususnya dari segi koleksi buku, penataan buku
yang selalu serampangan, sekian banyak buku yang dibiarkan raib, dan sederet
kekurangan lainnya. Namun, kita patut sedikit berbangga jika melihat antusias
masyarakat yang rajin mendatangi Perpusda. Ini menjadi salah satu bukti bahwa
sebenarnya sebagian masyarakat Wonosobo memiliki gairah tinggi untuk membaca
buku.
Kemajuan lain
yang patut dibanggakan yakni, dalam rentang waktu setahun ini, Wosonobo sudah
menggelar lebih dari tiga kali pameran buku, sesuatu yang tidak pernah terjadi
pada era pemerintahan sebelumnya. Selain dapat merangsang minat masyarakat
terhadap buku, pameran buku juga seringkali dijadikan tempat perburuan
buku-buku murah tapi berkualitas. Tapi yakinlah, mereka yang rajin mendatangi
perpustakaan, dan membeli buku belum hanya sebagian kecil dari seluruh warga
Wonosobo. Sampai detik ini buku lebih banyak hanya dinikmati oleh kalangan
menengah ke atas, itu pun yang memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan.
Tentu saja ini tidak dapat dibiarkan.
Pemberantasan buta aksara akan sangat berkaitan erat dengan isu keadilan
yang harus di lakukankan pemerintah terhadap warga negaranya. Dalam konteks ini pada akhirnya pemerintah
harus mampu membantu ketersediaan buku berkualitas yang murah dan dapat diakses
publik secara mudah. Perpustakaan keliling paling banter hanya berkitar di
daerah perkotaan. Sementara masyarakat yang hidup di pelosok-pelosok desa hampir
tak penah menyentuh buku bacaan. Karena tidak memiliki kemampuan berkreasi dan
berinovasi yang didukung dengan budaya baca itulah maka pertumbuhan desa
menjadi terhambat. Orang desa kemudian membiarkan ladangnya terbengkelai dan
memilih merantau ke kota besar atau luar negeri. Sumber daya manusia yang
semestinya dioptimalkan oleh Daerah, justru dibiarkan pergi begitu saja.
Karena itu, gerakan wonosobo membaca mestinya menjadi agenda besar kita
bersama yang secepatnya harus dicetuskan. Untuk memacu minat baca masyarakat
kita perlu sebuah gebrakan yang dilakukan secara serentak oleh seluruh warga masyarakat.
Dan memang sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menjadi regulator,
inisiator eksekutor sekaligus mencakup pula peran dinamisator bagi terjaminnya
perkembangan dan kemajuan setiap warganya.
Sebagai regulator pemerintah
dituntut untuk dapat menghasilkan peraturan-peraturan maupun
kebijakan-kebijakan yang mampu menciptakan suatu kondisi yang positif dan sehat
bagi para pembaca, sehingga tercipta suatu keseimbangan dan keharmonisan di mana
tujuan akhirnya adalah untuk mencerdaskan bangsa. Sebagai inisiator pemerintah harus berada di garda
terdepan dalam mendorong dan mengambil inisiatif yang positif, bagi
ketersediaan buku-buku yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Sebagai eksekutor, kebijakan pemerintah mestilah sesuai dengan
realitas yang ada. Sebagai dinamisator pemerintah
harus mampu menciptakan sebuah ruang yang kondusif bagi tumbuh kembangnya minat
baca masyarakat.