Libur telah tiba, libur telah tiba (baca tanpa dinyanyikan!)
Beruntunglah para Guru karena bisa menikmati libur yang panjang-panjang. Dua minggu liburan akhir semester ganjil, tiga minggu libur akhir tahun pelajaran. Tak ketinggalan pula--berkaitan dengan catatan ini—adalah libur menjelang dan setelah ‘Idul Fitri. Dua minggu penuh. Bukan main. Kalau ditotal jumlah libur Guru dalam setahun sekitar 7 minggu, nyaris dua bulan. Itu belum termasuk libur setiap hari Minggu dan libur setiap hari besar nasional. Wow! Fantastis!
Abyad makan buah kesukaannya, semangka di toko mbahnya. |
Barangkali ada yang menggumam, “enaknya jadi guru.” Memang enak. Tetapi bukan semata perkara deretan libur tersebut. Libur-libur yang panjang itu bahkan sering diartikan bukan sebagai hari libur, tetapi sebagai cuti bersama. Berbeda dengan pegawai di instansi lainnya, profesi Guru tidak mengenal cuti pribadi kecuali cuti hamil dan melahirkan. Dan bukankah seorang Guru mesti masuk seminggu enam hari, sedangkan pegawai instansi pemerintah lainnya adalah seminggu lima hari (lima hari kerja). Maka, sebenarnya tak ada yang perlu dicemburui. Toh, meskipun liburnya banyak seorang guru biasanya memilih tetap hadir di sekolah karena memang mungkin ada tugas di luar jam mengajar; misal ketika sekolah sedang sibuk proses akreditasi, atau saat penerimaan siswa baru, atau tugas lain; dan sebagian guru mungkin hadir sekadar absen agar tidak ketinggalan jatah uang tunjangan Lauk Pauk (saya di luar yang terakhir ini, karena belum jadi pegawai negeri sipil).
Kembali ke libur Lebaran yang dua minggu. Apa yang dilakukan oleh seorang Guru? Ngoreksi ulangan harian dan membuat analisisnya? Mungkin ada. Tetapi pasti tak ada yang sibuk mengisi raport. Yang paling banyak adalah membuat kue lebaran, belanja, silaturrahim ke sanak saudara, dan tentu saja mudik.
Hemm, mudik? Ke mana? Tentu ke kampung halaman. Kampung halaman siapa? Bisa kampung halaman sendiri dan bisa pula kampug halaman suami/istri. Saya sendiri tahun ini mudik ke kampung halaman istri. Di pedalaman Tuban, Jawa Timur. 10 jam perjalanan dari Wonosobo setelah melintasi Parakan, Temanggung, Ambarawa, Gemolong, Sragen, Mantingan, Ngawi, Padangan, Bojonegoro, Singgahan, hingga tiba di halaman rumah tujuan di Kecamatan Montong Sekar.
Baru tahun ini, setelah lebih kurang tiga tahun menikah, saya mencicipi libur lebaran di rumah mertua. Nah, pengalaman pertama, barangkali menarik untuk diceritakan.
Setiap datang ke rumah mertua, yang juga sudah jadi orang tua, saya selalu terkesan dengan Bapak, demikian saya memanggil Bapak Mertua saya. Beliau hidup begitu sederhana, meski secara ekonomi sangat berkucukupan. Bapak sehari-harinya bekerja sebagai pedagang pakaian di tiga pasar (2 pasar kecamatan, dan 1 pasar desa). Selain itu Bapak juga membuka toko di rumahnya. Pakaian yang dijualnya bagus-bagus, baru-baru semua, tetapi anehnya Bapak tidak tergiur untuk menggunakan pakaian yang bagus dan yang baru. Sehari-hari pakaian yang digunakanannya itu-itu saja, kaos tipis dan celana katun serta sarung tanpa merek. Itu-itu saja.
Bapak akan pergi ke mushala yang berdiri persis di depan rumahnya setiap kali adzan isya meskipun toko pakaiannya sedang sangat ramai pelanggan. Bapak menjadi imam shalat tarawih dengan jamaah kurang dari lima orang laki-laki, termasuk saya, dan tiga orang perempuan, dan dua anak kecil yang lari-lari. Sementara Bapak di mushala, toko dijaga oleh Ibu, istri saya, dan dua adik ipar saya.
Pakaian, sandal, kerudung, sarung, celana, adalah benda-benda yang paling diburu banyak orang menjelang Lebaran. Saya yang sama sekali tidak punya pengalaman menjadi pramuria, mau tidak mau ikut membantu pelanggan-pelanggan yang membanjir ke toko pakaian Bapak. Ketika Bapak, Ibu, dan dua adik ipar saya ke pasar pagi-pagi, saya dan Istri membuka toko dan malu-malu melayani pembeli, meski tidak sebanyak ketika sore dan malam hari. Padahal, sungguh, ada banyak hal yang harus saya segera selesaikan, mulai dari menulis novel sampai penggarapan blog ini yang sedang diikutkan lomba blog guru yang diselenggarakan BPTIK Jawa Tengah. Tetapi waktu dan kondisi tidak memungkinkan untuk melakukan hal-hal itu pada siang hari. Maka, saya mencoba menikmatinya, meski tidak bisa lepas untuk memikirkannya.
Kadang-kadang saya mencuri-curi waktu untuk mengetik sesuatu, tetapi begitu Abyad, anak saya yang berusia 2 tahun 7 bulan, melirik ke laptop, buru-buru saya tutup laptopnya. Anak itu usilnya bukan main. Membuat saya benar-benar tidak bisa menulis di rumah pada siang hari. Biasanya, di rumah, saya biasa membuka laptop dan konsentrasi menulis pada malam hari setelah Abyad tidur, sekitar jam 19.30 atau jam paling malam jam 21.00. Tetapi di sini, Tuban yang panas ini, saya tidak bisa melakukan rutinitas itu. Sebab Abyad belum tidur jam-jam segitu karena suasananya yang ramai. Dan ketika Abyad sudah tidur, toko masih ramai pelanggan. Saya merasa sungkan untuk menyendiri sementara di toko ramai. Akhirnya, setelah abyad tidur kelelahan, saya putuskan untuk membantu Bapak-Ibu di toko. Sampai toko berangsur sepi barulah saya masuk ke ruang tengah dan membuka dan menyalakan laptop, dan mencolokkan modem.
Maksud hati ingin ngeblog; memposting, memperbaiki, dan merapikan blog Cyberguru yang sederhana ini. Tetapi lagi-lagi tugas saya kembali mengalami hambatan. Di daerah yang berjarak sekitar 25 km dari kota Tuban ini tidak menyediakan sinyal 3G, HSDPA maupun WCDMA. Yang ada cuma EDGE sehingga akses internet sangat lemot. Problem loading berkali-kali terjadi. Waktu pun terkuras hanya untuk menunggu loading. Ampun! Berkali-kali saya mendesah dan menyandarkan punggung di kursi.
Empat malam berturut-turut saya nyaris tidak bisa ngeblog dan berselancar di Internet dengan laptop. Akhirnya saya gunakan waktu malam saya, waktu di mana semua orang di rumah ini tertidur, untuk menulis, tanpa menguploadnya ke blog. Lalu, pada malam setelah lebaran (31 September sesuai keputan Pemerintah) saya mencoba lagi untuk conect dengan internet. Ketika membuka http://blogger.com saya terkejut. Saya tidak bisa masuk ke dashboard blog ini. Ada pesan bahwa blog ini kena Galat. Saya yang panik, mencoba mencobanya lagi dan lagi, menunggu beberapa menit, dan muncul hal serupa.
Melalui hanphone saya surfing dan menanyakan masalah galat itu kepada simbah google dan mendapat solusi: saya bisa tetap masuk lewat http://draft.blogger.com Saya sudah tahu draft.blogger.com sebelumnya, yang notabene merupakan tempat yang digunakan blogger untuk menguji fitur baru sebelum diluncurkan. Lewat http://draft.blogger.com pengguna blogspot bisa tetap membuat posting baru dan lain-lainnya sebagaimana lewat dastboart umum (htttp://blogger.com). tetapi bagi yang belum biasa tentu butuh waktu untuk adaptasi.
Entah kenapa blog ini bisa kena Galat. Dari beberapa informasi yang saya baca, ternyata bukan blog ini saja. Ada banyak teman blogger mengalami hal yang sama. Barangkali blogger ingin mengenalkan pintu masuknya yang lain, entahlah. Dan sudahlah, tak jadi soal. Saya harus bersyukur, masih beruntung bisa masuk melalui http://draft.blogger.com dari pada tidak sama sekali.
3 comments
commentsWah..kalau saya pengin cerita tapi ndak bisa..harus mikir berhari-hari. Lanjutkan.
Replykita (termasuk saya) mesti belajar menulis pada waktu yang tidak tepat, ini menurut teman saya, Pak.
Replysalam
Kalau saya harus dipaksa..misal ada lomba atau ada temen yang minta dibantu nulis
Reply