Perjalanan Single Origin Kopi Bowongso

diskusi kopi bowongso

Pertama kali dengar orang menyebut “single origin” mungkin kau mengira bahwa itu istilah untuk menyebut jomblo yang masih belum pernah pacaran, belum disentuh, bahkan belum dimodifikasi oleh mantan. Hehe... Kalau disangkutkan dengan kopi, saya mulanya juga mengira single origin adalah kopi yang punya satu rasa. Hahaha... Ngawur semua!

Single origin tidak lain adalah kopi yang berasal dari satu daerah atau tempat, yang sejak panen, roasting, sampai giling tidak dicampur dengan kopi dari daerah yang berbeda. Demikian Mas Eed, salah seorang pejuang Kopi Bowongso memberikan keterangan dalam acara #EduTalk12, (Sabtu, 15/10/16) di Pendopo Wakil Bupati Wonosobo. Acara yang digagas sepasang blogger (Erwin dan Wening) bekerja sama dengan Join Kopi Wonosobo tersebut mendapat apresiasi yang melimpah, terbukti dengan banyaknya peserta yang hadir (lebih 150 orang). Selain Mas Eed, Pak Harjanto (Pelaku Bisnis Kopi), dan Pak Efendi (Perwakilan dari Dinas Pertanian) juga hadir sebagai pemantik.

Ada banyak hal baru dan menarik saya peroleh, terkait dunia perkopian, mulai dari hulu sampai hilir. Pada tulisan ini, saya coba fokuskan pada lika-liku perjalanan Kopi Bowongso yang dipaparkan oleh Mas Eed.

Order Kopi Bowongso Bisa melalui Bukalapak dan Tokopedia


https://www.bukalapak.com/p/food/minuman/4skhze-jual-kopi-arabika-bowongso-lereng-sumbing-premium

https://www.tokopedia.com/kopirejeki/kopi-arabika-bowongso-wonosobo-lereng-sumbing-1

baca juga: Kopi Bowongso Lereng Sumbing Wonosobo Paling Enak Sedunia

Kopi Bowongso, Perjalanan Meningkatkan Kualitas


Desa Bowongso yang berada di lereng Sumbing ada di ketinggian lebih dari 1200 mdpl. Mayoritas penduduknya adalah petani dengan tembakau sebagai tanaman favorit. Pengolahan lahan yang secara terus menerus tanpa adanya pergantian tanaman membuat Eed gelisah. “Nanti apa yang mau kita tinggalkan unt anak cucu kita?” Kegelisahan yang dirasaan Eed bisa dibenarkan mengingat, lambat laun lahan bisa kehilangan kesuburan. Belum lagi pola tanam dan pengaruh pupuk kimia, jelas memberikan dampak negatif bagi tanah dan lingkungan.

Eed lalu mendatangi dinas Pertanian, dan gayung pun bersambut. Keinginan Eed dan kelompok Tani Bina Sejahtera untuk membudidayakan kopi arabica mendapatkan dukungan dari pemerintah. Didampingi Dinas Pertanian, Kelompok Tani Bina Sejahtera mendapatkan bantuan bibit yang ditanam pada tahun 2010. Bibit-bibit tersebut tidak sepenuhnya menggantikan tembakau, dan memang bukan dimaksudkan untuk itu. Tembakau masih ada, dan kopi ditanam secara tumpang sari, meski saya pernah menjumpai beberapa petak lahan yang semuanya ditanami kopi.

Setelah tiga tahun tumbuh, kopi arabica yang ditanam Kelompok Tani Bina Sejahtera akhirnya menemui masa panen. Eed mengaku belum tahu apa-apa soal kopi, dan kesadaran ini membuatnya terus berlajar, salah satunya dengan mengikuti pelatihan pengolahan kopi “pasca penen” yang diadakan Dinas pertanian.

Baru pada tahun 2015, untuk awal kalinya Eed membawa hasil roasting kopi Bowongso kepada ahlinya. Beliau adalah Pak Harjanto, satu-satunya orang Wonosobo yang punya sertifikat Q Grader, bukti sah lulusan Speciality Coffee Association of America (SCAA’s). Tenang Pak Harjanto, hobby, peran dan bisnis kopina, insyaAllah akan akan saya tulis pada kesempatan lain. Yang perlu saya sampaikan di sini adalah komentar Pak Harjanto setelah mencicipi Kopi Bowongso: "Pertahankan." Artinya Single Origin Bowongso sudah memiliki kualitas yang bagus.

Tentu saja penilaian Pak Harjanto tidak asal-asalan, dan Eed sendiri tidak mudah puas. Trial and error terus dilakukan oleh Eed guna meningkatkan kualitas Kopi Bowongso. Dan ia menyadari bahwa: “Kualitas biasanya berbanding terbalik dengan kuantitas.” Pertanyaannya, seperti apakah kopi yang berkualitas?

Di Jember ada Pusat Penelitian dan Pengujian Kopi dan Kakaa (Puslit Koka). Kopi dengan kualitas baik, minimal nilainya 82. Untuk berjuang mendapatan nilai itu menjadi tantangan tersendiri. Dan Eed paham, kopi berkualitas tidak hanya dipengaruhi oleh mesin roasting, tetapi diawali prosesnya sudah diawali sejak penanaman, pemanenan, dan pengolahan pasca panen.

Bukan hal mudah untuk menyadarkan petani soal proses menghasilkan kopi berkualitas. Dengan kegigihannya, Eed terus mengedukasi anggotanya untuk, “Wajib petik merah”: bukan under ripe (belum matang) atau over ripe (terlampau matang), tapi sempurna. Lalu setelah panen, jangan menunda proses. Tidak lebih dari 8 jam kopi yang baru dipetik harus segera diproses sebelum terjadi fermentasi alami yang dapat merusak citarasa kopi.

Lalu soal roasing. Kelompok Tani Bina Sejahtera sendiri kini sudah menggunakan mesin Roasting Custom produk dalam negeri, Agrowindow. Dengan mesin tersebut, langkah Kopi Bowongso semakin mantap sehingga pada uji cita rasa kopi bulan Agustus 2016 yang lalu, Kopi Arabica Bowongso masuk dalam 11 besar kopi dengan cita rasa terbaik se-Indonesia.

tentang kopi Bowongso yang lain, anda juga bisa baca-baca di web kopi spesial dot com.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »