Pendukung E-Learning - Memang, fokus e-learning terdapat pada kata ‘learning’ bukan pada elektroniknya. Meski begitu, e-learning baru dapat dilakukan apabila terdapat teknologi pendukungnya, yakni media elektronik.
Sebagaimana sudah dipaparkan di atas bahwa teknologi yang digunakan untuk mendukung e-learning adalah perangkat elektronik apa saja, bisa berupa komputer, film, video, kaset, OHP, Slide, LCD Projector, tape, dan tekonologi internet. Namun pada prinsipnya teknologi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: Technology based learning dan Technology based web-learning.
Technology based learning ini pada prinsipnya terdiri dari Audio Information Technologies (radio, audio tape, voice mail telephone) dan Video Information Technologies (video tape, video text, video messaging). Sedangkan technology based web-learning pada dasarnya adalah Data Information Technologies (bulletin board, Internet, e-mail, tele-collaboration).
Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari, yang sering dijumpai adalah kombinasi dari teknologi yang dituliskan di atas (audio/data, video/data, audio/video). Teknologi ini juga sering di pakai pada pendidikan jarak jauh (distance education), dimasudkan agar komunikasi antara guru dan peserta didik bisa terjadi dengan keunggulan teknologi e-learning ini.
Penyampaiaan materi e-learning juga dapat melalui synchronous atau asynchronous. Synchronous berarti guru atau dosen dan peserta didik berinteraksi secara waktu nyata. Ini bisa ditempuh dengan menggunakan teknologi semacam videoconferences, audiocenferencing, internet chat, dan desktop video conferencing.
Penyampaian materi dengan synchronous tidak secara bersamaan. Guru atau Dosen menyampaikan intruksi melalui video atau komputer, kemudian peserta didik merespon pada lain waktu. Bisa juga, intruksi disampakan melalui web atau feedback disampaikan melalui e-mail. Meskipun teknologi mempunyai peranan penting dalam penyampaian materi, namun guru mesti tetap fokus pada apa yang disampaikan bukan pada teknologi penyampaiannya. Sebab kunci e-learning yang efektif adalah harus fokus pada kebutuhan peserta didik, kebutuhan materi dan hambatan-hambatan yang dihadapi guru sebelum menggunakan peralatan teknologi informasi.[1]
Sistem e-learning mau tidak mau dapat mengadopsi sistem-sistem yang sudah ada pada sekolah konvensional ke dalam bentuk sistem digital dan internet dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian teknis yang diperlukan. E-learning bisa diibaratkan sebagai hasil cangkokan dari sebuah sistem pendidikan konvensional dan masih merupakan sebuah eksprerimen. Artinya. Sebuah cangkokan baru akan dapat berkembang dengan baik melalui suatu proses penyesuaian dengan lingkungannya yang baru dan akan berkembang secar akontinu dan suatu saat akan setara dan sejajar dengan sekolah konvensional.[2]
Sebagai hasil cangkokan, menurut Onno W Purwo, dkk (2013), sebagaimana dikutip Afrizal Mayub, e-elarning juga mewarisi sifat-sifat dan sistem yang dilakukan nduknya. Sebagai misal sifat yang diwarisi oleh sistem e-elarning dari induknya adalah proses belejar mengajar, seorang guru yang akan menyampaikan matari ajarnya kepad amuridnya yang ada di belahan dunia dihubngan dengan internet. Cara ini relatif sama dengan guru menyampaikan materi ajar pada siswanya. Hanya saja, di sekolah menggunakan papan tulis dan alat tulis lainnya sedangkan di dalam sistem e-learning menggunakan perangkat-perangkat digital yang fungsinya sama dengan fasilitas yang ada di kelas konvensional.[3]
a. Pembelajaran yang sepenuhnya secara tatap muka (konvensional).
b. Pembelajaran yang sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet.
c. Pembelajaran yang sepenuhnya dilakukan melalui media internet.
Alternetif model pembelajaran nomor 1 dan 2 paling banyak mendominasi. Dan karenanya gedung sekolah menjadi sarana utama untuk mempertemukan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Sedangkan untuk model pembelajaran nomor 3, masih jarang dijumpai, untuk tidak menyebutnya tidak ada.
Siahaan[4] menyebutkan, 3 (tiga) fungsi e-learning terhadap kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction), yaitu sebagai suplemen yang sifatnya pilihan/opsional, pelengkap (komplemen), atau pengganti (substitusi)
Dikatakan berfungsi sebagai suplemen (tambahan), apabila peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran elektronik. Sekalipun sifatnya opsional, peserta didik yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan.
Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) apabila materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di dalam kelas (Lewis, 2002). Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement (pengayaan) atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional. Materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai enrichment, apabila kepada peserta didik dapat dengan cepat menguasai/memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka (fast learners) diberikan kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dikembangkan untuk mereka.
Tujuannya agar semakin memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disajikan guru di dalam kelas. Dikatakan sebagai program remedial, apabila kepada peserta didik yang mengalami kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan guru secara tatap muka di kelas (slow learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dirancang untuk mereka.
Dikatakan substantif karena pembelajaran e-learning sudah menggantikan tatap muka antara guru dan siswa. E-learning yang fungsinya substantif ini merupakan satu-satunya model yang digunakan dalam proses pembelajaran. Tidak ada tatap muka secara langsung. Guru dan siswa hanya berkomunikasi dan berinteraksi malalui media internet. Ini sudah diterapkan di beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju memberikan beberapa alternatif model kegiatan pembelajaran/perkuliahan kepada para mahasiswa/inya. Tujuannya agar para mahasiswa dapat secara fleksibel mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari mahasiswa/i.
Catatan:
[1] Ristek, Sains dan Teknologi, Berbagai Ide untuk Menjawab Tantangan & Kebutuhan (Gramedia: Jakarta, 2003), hal. 305.
[2] Afrizal Mayub, E-Learning Fisika Berbasis Macromedia Flash MX, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), hal. 12.
[3] Ibid, hal. 12.
[4] Sudirman Siahaan. “Studi Penjajagan tentang Kemungkinan Pemanfaatan Internet untuk Pembelajaran di SLTA di Wilayah Jakarta dan Sekitarnya” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun Ke-8, No. 039, November 2002. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan-Departemen Pendidikan Nasional. Hal. 51
Sebagaimana sudah dipaparkan di atas bahwa teknologi yang digunakan untuk mendukung e-learning adalah perangkat elektronik apa saja, bisa berupa komputer, film, video, kaset, OHP, Slide, LCD Projector, tape, dan tekonologi internet. Namun pada prinsipnya teknologi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: Technology based learning dan Technology based web-learning.
Technology based learning ini pada prinsipnya terdiri dari Audio Information Technologies (radio, audio tape, voice mail telephone) dan Video Information Technologies (video tape, video text, video messaging). Sedangkan technology based web-learning pada dasarnya adalah Data Information Technologies (bulletin board, Internet, e-mail, tele-collaboration).
Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari, yang sering dijumpai adalah kombinasi dari teknologi yang dituliskan di atas (audio/data, video/data, audio/video). Teknologi ini juga sering di pakai pada pendidikan jarak jauh (distance education), dimasudkan agar komunikasi antara guru dan peserta didik bisa terjadi dengan keunggulan teknologi e-learning ini.
Penyampaiaan materi e-learning juga dapat melalui synchronous atau asynchronous. Synchronous berarti guru atau dosen dan peserta didik berinteraksi secara waktu nyata. Ini bisa ditempuh dengan menggunakan teknologi semacam videoconferences, audiocenferencing, internet chat, dan desktop video conferencing.
Penyampaian materi dengan synchronous tidak secara bersamaan. Guru atau Dosen menyampaikan intruksi melalui video atau komputer, kemudian peserta didik merespon pada lain waktu. Bisa juga, intruksi disampakan melalui web atau feedback disampaikan melalui e-mail. Meskipun teknologi mempunyai peranan penting dalam penyampaian materi, namun guru mesti tetap fokus pada apa yang disampaikan bukan pada teknologi penyampaiannya. Sebab kunci e-learning yang efektif adalah harus fokus pada kebutuhan peserta didik, kebutuhan materi dan hambatan-hambatan yang dihadapi guru sebelum menggunakan peralatan teknologi informasi.[1]
Sistem e-learning mau tidak mau dapat mengadopsi sistem-sistem yang sudah ada pada sekolah konvensional ke dalam bentuk sistem digital dan internet dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian teknis yang diperlukan. E-learning bisa diibaratkan sebagai hasil cangkokan dari sebuah sistem pendidikan konvensional dan masih merupakan sebuah eksprerimen. Artinya. Sebuah cangkokan baru akan dapat berkembang dengan baik melalui suatu proses penyesuaian dengan lingkungannya yang baru dan akan berkembang secar akontinu dan suatu saat akan setara dan sejajar dengan sekolah konvensional.[2]
Sebagai hasil cangkokan, menurut Onno W Purwo, dkk (2013), sebagaimana dikutip Afrizal Mayub, e-elarning juga mewarisi sifat-sifat dan sistem yang dilakukan nduknya. Sebagai misal sifat yang diwarisi oleh sistem e-elarning dari induknya adalah proses belejar mengajar, seorang guru yang akan menyampaikan matari ajarnya kepad amuridnya yang ada di belahan dunia dihubngan dengan internet. Cara ini relatif sama dengan guru menyampaikan materi ajar pada siswanya. Hanya saja, di sekolah menggunakan papan tulis dan alat tulis lainnya sedangkan di dalam sistem e-learning menggunakan perangkat-perangkat digital yang fungsinya sama dengan fasilitas yang ada di kelas konvensional.[3]
Fungsi E-Learning
Sebelum dipaparkan tentang fungsi e-learning, terlebih dulu kita harus tahu bahwa dalam proses pembelajaran bisa terjadi dengan beberapa model berikut:a. Pembelajaran yang sepenuhnya secara tatap muka (konvensional).
b. Pembelajaran yang sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet.
c. Pembelajaran yang sepenuhnya dilakukan melalui media internet.
Alternetif model pembelajaran nomor 1 dan 2 paling banyak mendominasi. Dan karenanya gedung sekolah menjadi sarana utama untuk mempertemukan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Sedangkan untuk model pembelajaran nomor 3, masih jarang dijumpai, untuk tidak menyebutnya tidak ada.
Siahaan[4] menyebutkan, 3 (tiga) fungsi e-learning terhadap kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction), yaitu sebagai suplemen yang sifatnya pilihan/opsional, pelengkap (komplemen), atau pengganti (substitusi)
a. Suplemen
Dikatakan berfungsi sebagai suplemen (tambahan), apabila peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran elektronik. Sekalipun sifatnya opsional, peserta didik yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan.
b. Komplemen (pelengkap)
Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) apabila materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di dalam kelas (Lewis, 2002). Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement (pengayaan) atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional. Materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai enrichment, apabila kepada peserta didik dapat dengan cepat menguasai/memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka (fast learners) diberikan kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dikembangkan untuk mereka.
Tujuannya agar semakin memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disajikan guru di dalam kelas. Dikatakan sebagai program remedial, apabila kepada peserta didik yang mengalami kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan guru secara tatap muka di kelas (slow learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dirancang untuk mereka.
c. Substitusi (pengganti)
Dikatakan substantif karena pembelajaran e-learning sudah menggantikan tatap muka antara guru dan siswa. E-learning yang fungsinya substantif ini merupakan satu-satunya model yang digunakan dalam proses pembelajaran. Tidak ada tatap muka secara langsung. Guru dan siswa hanya berkomunikasi dan berinteraksi malalui media internet. Ini sudah diterapkan di beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju memberikan beberapa alternatif model kegiatan pembelajaran/perkuliahan kepada para mahasiswa/inya. Tujuannya agar para mahasiswa dapat secara fleksibel mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari mahasiswa/i.
Catatan:
[1] Ristek, Sains dan Teknologi, Berbagai Ide untuk Menjawab Tantangan & Kebutuhan (Gramedia: Jakarta, 2003), hal. 305.
[2] Afrizal Mayub, E-Learning Fisika Berbasis Macromedia Flash MX, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), hal. 12.
[3] Ibid, hal. 12.
[4] Sudirman Siahaan. “Studi Penjajagan tentang Kemungkinan Pemanfaatan Internet untuk Pembelajaran di SLTA di Wilayah Jakarta dan Sekitarnya” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun Ke-8, No. 039, November 2002. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan-Departemen Pendidikan Nasional. Hal. 51
Baca juga: