Kita tahu, shalat dan puasa adalah ibadah yang cara pelaksanaannya haruslah sesuai dengan yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah Saw, atau disebut juga ibadah mahdhah. Demikian pula dalam hal waktu menjalankannya, mestilah sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh al-Qur’an dan hadist.
Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat Al-Isra’ [17] ayat 78:
Dirikanlah shalat dari sesuadah matahari tergelincir sampai gelap malam dan dirikanlah pula shala subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).
Lalu bagaimana dengan orang-orang yang tinggal di daerah abnormal seperti daerah sekitar kutub utara/selatan? Sebagaimana diketahui bahwa daerah kutub berbeda dengan daerah yang normal, yang antara siang dan malamnya relatif seimbang. Di daerah kutub bahkan terjadi 6 bulan terus menerus dalam keadaan siang dan 6 bulan terus menerus dalam keadaan malam.
Masjfuk Zuhdi (1987) menerangkan bahwa ketetapan hukum Islam yang diperbolehkan dari nash al-Qur’an dan Sunnah yang qath’i dan sharih adalah bersifat universal dan fix, dan berlaku untuk seluruh umat manusia sepanjang masa. Namun, sesuai dengan asas-asas hukum Islam yang fleksibel, praktis tidak menyulitkan, dalam batas-batas jangkauan kemampuan manusia, dan sejalah dengan rasa keadilan, maka ketentuan waktu shalat dan puasa dalam al-Qur’an dan hadist itu berlaku bagi zona bumi yang normal saja.
Menurutnya, lebih dari tiga perlima bumi yang dihuni manusia termasuk berada di aderah yang normal, ialah seluruh Afrika, Timur Tengah, India, Pakistan, Cina, Asean, Australia, dan seluruh Amerika (kecuali Canada dan sedikit daerah selatan dari Argentina-Chilli), dan Oceania. Waktu shalat dan puasa di daerah tersebut berdasarkan terbit dan tenggelamnya matahari di daerah masing-masing.
Adapun waktu shalat dan puasa bagi umat Islam yang tinggal di luar daerah khatulistiwa dan tropis, yakni di daerah-daerah di luar garis paralel 45 derajat dari garis Lintang Utara dan Selatan yang abnormal itu, karena perbedaan siang dan malamnya terlalu besar maka bisa mengikuti waktu shalat dan puasa di daerah normal yang terdekat dengan daerah tersebut.
Dengan demikian jelaslah bahwa hukum Islam dibuat tidak untuk menyulitkan manusia. Hukum Islam (fiqih) itu sangat fleksibel, tergantung situasi dan kondisi mukallaf (orang yang dibebani hukum).
Demikian. Semoga bermanfaat.
Sumber gambar: http://duniayuza.blogspot.com
Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat Al-Isra’ [17] ayat 78:
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
Dirikanlah shalat dari sesuadah matahari tergelincir sampai gelap malam dan dirikanlah pula shala subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).
Lalu bagaimana dengan orang-orang yang tinggal di daerah abnormal seperti daerah sekitar kutub utara/selatan? Sebagaimana diketahui bahwa daerah kutub berbeda dengan daerah yang normal, yang antara siang dan malamnya relatif seimbang. Di daerah kutub bahkan terjadi 6 bulan terus menerus dalam keadaan siang dan 6 bulan terus menerus dalam keadaan malam.
Masjfuk Zuhdi (1987) menerangkan bahwa ketetapan hukum Islam yang diperbolehkan dari nash al-Qur’an dan Sunnah yang qath’i dan sharih adalah bersifat universal dan fix, dan berlaku untuk seluruh umat manusia sepanjang masa. Namun, sesuai dengan asas-asas hukum Islam yang fleksibel, praktis tidak menyulitkan, dalam batas-batas jangkauan kemampuan manusia, dan sejalah dengan rasa keadilan, maka ketentuan waktu shalat dan puasa dalam al-Qur’an dan hadist itu berlaku bagi zona bumi yang normal saja.
Menurutnya, lebih dari tiga perlima bumi yang dihuni manusia termasuk berada di aderah yang normal, ialah seluruh Afrika, Timur Tengah, India, Pakistan, Cina, Asean, Australia, dan seluruh Amerika (kecuali Canada dan sedikit daerah selatan dari Argentina-Chilli), dan Oceania. Waktu shalat dan puasa di daerah tersebut berdasarkan terbit dan tenggelamnya matahari di daerah masing-masing.
Adapun waktu shalat dan puasa bagi umat Islam yang tinggal di luar daerah khatulistiwa dan tropis, yakni di daerah-daerah di luar garis paralel 45 derajat dari garis Lintang Utara dan Selatan yang abnormal itu, karena perbedaan siang dan malamnya terlalu besar maka bisa mengikuti waktu shalat dan puasa di daerah normal yang terdekat dengan daerah tersebut.
Dengan demikian jelaslah bahwa hukum Islam dibuat tidak untuk menyulitkan manusia. Hukum Islam (fiqih) itu sangat fleksibel, tergantung situasi dan kondisi mukallaf (orang yang dibebani hukum).
Demikian. Semoga bermanfaat.
Sumber gambar: http://duniayuza.blogspot.com