Sebelum jauh mengungkap peran fiksi sains sebagai motivasi inovasi, terlebih dulu marilah kita ketahui masalah yang berkaitan dengan IPTEK dan inovasi. Khususnya IPTEK dan inovasi di Indonesia itu sendiri.
IPTEK dan inovasi bisa diibaratkan sekeping mata uang logam yang tidak bisa dipisahkan. Ilmu pengetahuan terus berkembang, dan teknologi-teknologi baru terus ditemukan.
IPTEK telah dan sedang menjadi sebab utama dari dinamika umat manusia, demikian dikatakan Suryohardiprojo (1995: 148) dalam bukunya Membangun Peradaban Indonesia. Naluri manusia untuk hidup telah melahirkan berbagai macam penemuan teknologi. Artinya, perkembangan IPTEK tidak bisa dibendung melainkan akan terus berinovasi atau mengalami pembaruan sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia.
Manusia berbeda dengan makhluk hewan. Manusia dibekali akal pikiran untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga berhasil menciptakan apa (baca: teknologi) yang membuat kehidupan menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Jadi, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan merupakan prasyarat bagi terciptanya teknologi modern. Suryohardiprojo (1995: 309) mengungkapkan bahwa penguasaan ilmu pengetahuan adalah kunci utama bagi lahirnya inovasi-inovasi di bidang teknologi. Jika sebuah negara ingin maju, maka satu yang harus di utamakan adalah bidang pendidikan.
IPTEK dan inovasi belum menjadi budaya yang menyatu dalam iklim pendidikan kita. Mungkin kita telah akrab dengan berbagai macam teknologi, namun masih belum bisa membuat terobosan-terobosan inovasi.
Bahkan, IPTEK dan inovasi sendiri masih terdengar cukup asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Menyikapi hal tersebut, Menteri Teknologi dan Informasi Tifaul Sembiring (Jawapos, 24-6-2012) menghimbau agar generasi muda saat ini harus terjun dalam perkembangan teknologi, sebab perkembangan teknologi ke depan akan semakin maju. “Teknologi tidak akan mengalami mundur, makanya generasi muda sekarang jangan hanya jadi penonton teknologi, tapi harus kreatif untuk menciptakan inovasi baru,” ungkapnya.
Kenyataannya memang benar, generasi muda masih gagap teknologi. Banyak teknologi hanya digunakan untuk having fun saja. Seperti akses sosial media yang semestinya bisa dimanfaatkan untuk banyak hal masih sering digunakan sebagai untuk mempercakapan sesuatu yang tidak bermutu dan menghambur-hamburkan waktu dan biaya.
Berkaitan dengan itu, sastrawan sekaligus budayawan Radhar Panca Dahana (2007: 294) mengatakan bahwa Indonesia sedang dalam proses mencari bentuknya. Karena ia semata mozaik yang disusun dari kepingan-kepingan masa lalu, masa depan, harapan, jadiri-jatidiri, pengaruh-pengaruh, kelebihan, kekurangan dan berbagai hal yang semestinya dapat segara terindentifikasi. Untuk menjadi Indonesia yang maju dan kuat, maka kita harus menerima segala kekuarangan kita dengan lapang dada dan terbuka, dengan spirit kerja yang lebih kuat demi menyongsong kemajuan.
IPTEK dan inovasi adalah dua hal yang bisa membawa bangsa ini maju dan sejahtera. Tetapi untuk menjadikan IPTEK dan inovasi sebagai sebuah budaya diperlukan proses yang tidak mudah dan memakan waktu yang tidak pendek. Generasi muda adalah tumpuan dan harapan bangsa di masa mendatang. Oleh karena itu, generasi muda harus dibekali informasi dan pemahaman sejak dini terkait dengan IPTEK dan inovasi.
Sastra, khususnya fiksi sains, selain bisa menjadi media yang baik menyosialisasikan IPTEK khususnya kepada generasi muda, juga bisa memberikan spirit bagi pembacanya untuk maju. Letupan-letupan imajinasi yang ditimbulkan ketika membaca fiksi sains akan mendorong pembaca tergugah, tertantang, dan termotivasi untuk mengembangkan IPTEK lebih jauh.
Di dalam fiksi sains seringkali dihadirkan juga logika-logika spekulatif yang belum dibuktikan dalam uji coba laborat atau lapangan. Spekulasi-spekulasi sains yang masih fiksi tersebut bukan tidak mustahil menjadi suatu kenyataan. Siapa yang menyangka komputer saku sebagaimana yang dibayangkan Larry Niven Larry Niven The Mote in God’s Eye tahun 1974 bisa tercipta? Tidak ada yang menyangka. Tetapi bertahun-tahun setelah itu, kamu bisa lihat, teknologi sebagaimana digambarkan oleh Larry tersebut benar-benar tercipta.
Maka, untuk membuat terobosan di bidang sains kita mesti memiliki imajinasi saintifik yang tinggi. Pada titik inilah, membaca dan menciptakan fiksi sains bisa dijadikan batu loncatan untuk mengembangkan dan menguatkan imajinasi saintifik yang dimiliki seseorang. Jika imajinasi saintifik sudah berhasil diasah, maka kepekaan untuk menginovasi IPTEK berupa ide-ide segar akan mudah terlahir.
IPTEK dan inovasi bisa diibaratkan sekeping mata uang logam yang tidak bisa dipisahkan. Ilmu pengetahuan terus berkembang, dan teknologi-teknologi baru terus ditemukan.
IPTEK telah dan sedang menjadi sebab utama dari dinamika umat manusia, demikian dikatakan Suryohardiprojo (1995: 148) dalam bukunya Membangun Peradaban Indonesia. Naluri manusia untuk hidup telah melahirkan berbagai macam penemuan teknologi. Artinya, perkembangan IPTEK tidak bisa dibendung melainkan akan terus berinovasi atau mengalami pembaruan sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia.
Manusia berbeda dengan makhluk hewan. Manusia dibekali akal pikiran untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga berhasil menciptakan apa (baca: teknologi) yang membuat kehidupan menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Jadi, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan merupakan prasyarat bagi terciptanya teknologi modern. Suryohardiprojo (1995: 309) mengungkapkan bahwa penguasaan ilmu pengetahuan adalah kunci utama bagi lahirnya inovasi-inovasi di bidang teknologi. Jika sebuah negara ingin maju, maka satu yang harus di utamakan adalah bidang pendidikan.
IPTEK dan inovasi belum menjadi budaya yang menyatu dalam iklim pendidikan kita. Mungkin kita telah akrab dengan berbagai macam teknologi, namun masih belum bisa membuat terobosan-terobosan inovasi.
Bahkan, IPTEK dan inovasi sendiri masih terdengar cukup asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Menyikapi hal tersebut, Menteri Teknologi dan Informasi Tifaul Sembiring (Jawapos, 24-6-2012) menghimbau agar generasi muda saat ini harus terjun dalam perkembangan teknologi, sebab perkembangan teknologi ke depan akan semakin maju. “Teknologi tidak akan mengalami mundur, makanya generasi muda sekarang jangan hanya jadi penonton teknologi, tapi harus kreatif untuk menciptakan inovasi baru,” ungkapnya.
Kenyataannya memang benar, generasi muda masih gagap teknologi. Banyak teknologi hanya digunakan untuk having fun saja. Seperti akses sosial media yang semestinya bisa dimanfaatkan untuk banyak hal masih sering digunakan sebagai untuk mempercakapan sesuatu yang tidak bermutu dan menghambur-hamburkan waktu dan biaya.
Berkaitan dengan itu, sastrawan sekaligus budayawan Radhar Panca Dahana (2007: 294) mengatakan bahwa Indonesia sedang dalam proses mencari bentuknya. Karena ia semata mozaik yang disusun dari kepingan-kepingan masa lalu, masa depan, harapan, jadiri-jatidiri, pengaruh-pengaruh, kelebihan, kekurangan dan berbagai hal yang semestinya dapat segara terindentifikasi. Untuk menjadi Indonesia yang maju dan kuat, maka kita harus menerima segala kekuarangan kita dengan lapang dada dan terbuka, dengan spirit kerja yang lebih kuat demi menyongsong kemajuan.
IPTEK dan inovasi adalah dua hal yang bisa membawa bangsa ini maju dan sejahtera. Tetapi untuk menjadikan IPTEK dan inovasi sebagai sebuah budaya diperlukan proses yang tidak mudah dan memakan waktu yang tidak pendek. Generasi muda adalah tumpuan dan harapan bangsa di masa mendatang. Oleh karena itu, generasi muda harus dibekali informasi dan pemahaman sejak dini terkait dengan IPTEK dan inovasi.
Sastra, khususnya fiksi sains, selain bisa menjadi media yang baik menyosialisasikan IPTEK khususnya kepada generasi muda, juga bisa memberikan spirit bagi pembacanya untuk maju. Letupan-letupan imajinasi yang ditimbulkan ketika membaca fiksi sains akan mendorong pembaca tergugah, tertantang, dan termotivasi untuk mengembangkan IPTEK lebih jauh.
Di dalam fiksi sains seringkali dihadirkan juga logika-logika spekulatif yang belum dibuktikan dalam uji coba laborat atau lapangan. Spekulasi-spekulasi sains yang masih fiksi tersebut bukan tidak mustahil menjadi suatu kenyataan. Siapa yang menyangka komputer saku sebagaimana yang dibayangkan Larry Niven Larry Niven The Mote in God’s Eye tahun 1974 bisa tercipta? Tidak ada yang menyangka. Tetapi bertahun-tahun setelah itu, kamu bisa lihat, teknologi sebagaimana digambarkan oleh Larry tersebut benar-benar tercipta.
Maka, untuk membuat terobosan di bidang sains kita mesti memiliki imajinasi saintifik yang tinggi. Pada titik inilah, membaca dan menciptakan fiksi sains bisa dijadikan batu loncatan untuk mengembangkan dan menguatkan imajinasi saintifik yang dimiliki seseorang. Jika imajinasi saintifik sudah berhasil diasah, maka kepekaan untuk menginovasi IPTEK berupa ide-ide segar akan mudah terlahir.