Sebelum terbit dalam bentuk novel mula-mula Area X adalah naskah film yang memenangi Lomba Penulisan Film/ Video tahun 1999. Kemudian Eliza menjadikannya novel dan dipublikasikan secara bersambung di Majalah Horison sisipan Kakilangit, 9 edisi berturut-turut dari Januari-September 2001. Lalu, sambil kuliah di Universitas Wesleyan, Amerika Serikat, Eliza menyempurnakan novel ini.
Eliza V. Handayani terlihat begitu serius dalam mengerjakan novel ini. Berdasarkan pengakuan dari penulisnya sendiri, novel ini ditulis dengan menggunakan rujukan sejumlah 33 buku, jurnal, dan buletin (terbitan 1975-2002), meliputi astronomi, astrobiologi (ilmu bintang, ilmu biologi), sains dan teknologi, ufologi (ilmu benda angkasa tak terindentifikasi) juga studi tentang minyak bumi. Eliza menggunakan leterarur tersebut untuk menguatkan cerita dan supaya novelnya bisa dipertanggungjawabkan.
Banyak kalangan sastra memuji novel ini. Di antaranya adalah Budi Darma. Di sampul novel, Budi Darma mengatakan: “Ada komponen penting dalam Area X: Hymne Angsasa Raya ini, antara lain obsesi pengarang, realita dalam novel, dan teknik penceritaan. Eliza ingin bangsa kita maju, menguasai imu pengetahun dan teknologi dengan baik hingga sanggup sejajar dengan bangsa lain”.
Sementara itu Jamal D. Rahman menyebut kisah dalam novel ini memperlihatkan kelincahan penulisnya dalam mengembangkan imajinasi dan keterampilannya menggerakkan bahasa.
Berbagai istilah ilmiah yang muncul dalam novel ini, seperti debris, deribonucleic acit, ekstra-terrestrial, crop circle, DNA heliks ganda, mattambre dan lain sebagainya. Penggunaan-penggunaan istilah sains di dalam karya fiksi, jika tidak hati-hati akan membuat penulis terjebak dalam kekakuan berbahasa. Tetapi dalam novel ini sains dan sastra seakan telah lebur, sehingga tidak mengganggu pembaca dalam menikmati jalinan cerita.
Namun demikian tidak semua istilah-istilah sains dalam novel ini diberi catatan kaki atau glosarium sehingga pembaca yang masih awam soal sains “dituntut” membuka kamus untuk bisa memahaminya.
Terlepas dari itu, novel ini penuh dengan nilai-nilai edukatif yang terkandung dalam jalinan peristiwa maupun dialog tokoh-tokohnya. Membaca novel perempuan kelahiran 1982 ini kita akan diajak mengkaji lebih dalam keberadaan UFO. Kita tahu, bahwa sampai sekarang UFO (Unidentified Flying Object) atau yang kita kenal sebagai piring terbang masih menjadi polemik di tengah masyarakat. Walaupun telah muncul fenomena-fenomena aneh di sekitar kita, keberadaan UFO masih menjadi teka-teki. Melalui novel inilah kita diajak untuk menelusuri seluk-beluk UFO dan fenomena-fenomena yang menyertainya, juga orang-orang yang terlibat menelitinya.
Pada akhirnya, novel ini bisa menjadikan spirit generasi muda Indonesia untuk mempelajari sains dan tekologi lebih serius agar tidak tertinggal dengan bangsa lain. Membaca novel ini kita juga akan disadarkan bahwa jika teknologi disalahgunakan maka akibatnya akan fatal.