Sebuah Naskah Lakon
Pernah dipentaskan dalam acara pentas seni di MTs Negeri Wonosobo
Oleh: Jusuf AN
Empat pemain masuk ke
panggung. Berdiri tegak di tengahnya sambil mengangkat burung garuda:
AKTOR 1, 2, 3, 4:
Nana nana
Nana
AKTOR 1:
Nana nana nana na nana
AKTOR 1, 2, 3, 4:
Nana
AKTOR 2:
Nana nana nanananananana
AKTOR 1, 2, 3, 4:
Nana
AKTOR 3:
Nanana nanana
AKTOR 1, 2, 3, 4:
Nana
AKTOR 4:
Nana nana
nanananananananananananana
AKTOR 1, 2, 3, 4:
Nana
Sunyi sejenak. Menunggu suara,
tetapi yang ditunggu tidak muncul juga.
AKTOR 1, 2, 3, 4 hilir mudik
di panggung seperti tengah mencari-cari sesuatu.
Kembali lagi mereka berkumpul
di tengah:
AKTOR 1, 2, 3, 4:
Nana
(berpencar lagi seakan-akan
tengah mencari-cari sesuatu.)
AKTOR 1:
Teman kita?
AKTOR 2:
Dimana?
AKTOR 3:
Bukankah tadi….
AKTOR 4:
Siapa namanya?
AKTOR 2:
Namanya?
AKTOR 1:
Namanya, Adil. Heran, sama
teman sendiri aja ga kenal.
AKTOR 3:
Lengkapnya, keadilan sosial
bagi seluruh rakyat indonesia.
AKTOR 1:
Aneh, mestinya ia bersama-sama
dengan kita
AKTOR 3:
Kemana perginya ya?
AKTOR 4:
Bukan hanya kemana, tapi yang
paling penting adalah kenapa?
AKTOR 1:
Mungkin ia malu.
AKTOR 3:
Malu?
AKTOR 2:
Atau bisa jadi ia marah.
AKTOR 3:
Marah?
AKTOR 1:
Ya, pastilah ia malu dan
marah.
Sebab nama yang melekat
padanya hanya sekadar nama.
Adil. Adil. Adil.
Disebut-sebut berulang-ulang
tetapi tidak ada ujudnya.
AKTOR 2:
Wah, kalau sampai ia ngambek
bisa gawat kita!
AKTOR 3:
Gawat gimana?
AKTOR 2:
Tanpa dia, kita tidak
sempurna.
Kita bertuhan, kita beradab,
kita bersatu, kita bermusyawarah
Tetapi apa gunanya semua itu
kalau di sekeliling kita masih banyak ketimpangan sosial.
Seperti sebuah lagu.
Yang kaya semakin kaya
yang miskin semakin miskin.
AKTOR 1:
Kita harus cari dia sekarang
juga
Kamu, ke sana… (menunjuk AKTOR
2, mengacungkan jadi ke kanan)
Kamu, ke sana (menunjuk AKTOR
3, mengacungkan jadi ke kiri)
Kamu….. (menunjuk AKTOR 4,
mengacungkan jadi ke depan)
Eh…itu… (memanjang ke depan)
Aku akan mencarinya di sana
(mengacung ke arah belakang).
(Mereka berempat berpencar
mencari kawannya)
AKTOR 2:
Adil…kau di mana?
Adil…kami merindukanmu.
Pulanglah!
AKTOR 3:
Adil… keluarlah dari
persembunyianmu.
sudah kutanyakan ke
orang-orang, semuanya kenal kamu.
Tetapi tidak ada yang tahu di
mana keberadaanmu.
Keluarlah, Adil!
AKTOR 1:
Adil…adil…
Tanpa kamu, mungkin kiamat akan
datang lebih cepat
Akan kian banyak orang-orang
sekarat
Datanglah… kami butuh dirimu.
AKTOR 4:
Adil, di manakah kau Adil.
(melayangkan pandang ke depan
seakan melihat seseorang)
Adil? Kaukah itu?
Teman-teman cepat kumpul!
(AKTOR 1, 2, 3 datang mendekat
di tengah panggung)
Itu…lihatlah?
Itu Adil?
AKTOR 5:
Muncul dari depan panggung
yang jauh sambil membacakan puisi:
Hampir
genap empat abad negeri kami tak pernah pagi. Matahari di negeri kami dicuri
atau disembunyikan entah siapa, entah mendung seperti apa, membuat kami
kelimpungan berjalan mengendap-endap
sepanjang hari tanpa tujuan pasti.
Kami
menunggu seseorang datang menggenggam matahari, lalu mengajak kami bersama-sama
menikmati pagi paling bening dan mendengarkan burung-burung bernyanyi.
Sudah
bosan kami ditipu oleh orang yang mengaku dapat mengembalikan matahari ke
negeri kami, tapi ternyata sekadar menghidupkan lampu-lampu janji yang
menyembur dari mulutnya. Sudah muak kami dengan orang-orang yang mengaku dapat
mencipta pagi tetapi ternyata justru membuat malam di negeri kami tambah
jahanam.
Dengarkan
suara hati kami yang merindukan pagi. Pagi dengan matahari yang tidak hanya
berpendaran di gedung-gedung dan lapangan golf, tapi juga menyebar ke sudut-sudut
kampung, menumbus ke gubuk-gubuk pinggir kali.
(AKTOR 5 naik ke panggung disambut suka cita oleh 4 temannya. Mereka saling
berangkulan.)
AKTOR 1:
Ayo
kawan-kawan kita ulangi main nananananya:
AKTOR 1, 2, 3, 4, 5 (serentak):
Ayo!
Nananana
AKTOR 1, 2, 3, 4, 5:
Nana nana
Nana
AKTOR 1:
Nana nana nana na nana
AKTOR 1, 2, 3, 4, 5:
Nana
AKTOR 2:
Nana nana nanananananana
AKTOR 1, 2, 3, 4, 5:
Nana
AKTOR 3:
Nanana nanana
AKTOR 1, 2, 3, 4, 5:
Nana
AKTOR 4:
Nana nana
nanananananananananananana
AKTOR 1, 2, 3, 4, 5:
Nana
AKTOR 5:
Hanya terdiam dan menundukan
kepala.
AKTOR 1, 2, 3, 4:
Giliranmu, ayo!
AKTOR 5:
Aku malu mengucapkannya
AKTOR 3:
Kenapa mesti malu, wong cuma
nana nana
AKTOR 5:
Tapi bagiku itu lebih dari
sekadar bernana-nana
Terdengar musik sedih.
Kelima AKTOR merapat, menunjukkan kesedihan di wajahnya.
Musik berhenti, disambut teriakan kelima AKTOR:
Kami
menunggu, seperti tahun-tahun yang telah lalu, kami masih menunggu, mungkin
sampai sesuatu yang lain yang juga kami tunggu datang menjemput kami lebih
dulu.
TAMAT!
2 comments
commentsinformasi yang menarik..:) smoga hukum di indonesia semakin adil..! salam kenal..: )
Replyterimakasih kunjungannya. ya, semoga... salam kenal juga, mas.
Reply