Mau makan apa, mau sekolah di mana, mau menikah dengan siapa, istri
berapa, nyontreng siapa, membuka usaha apa, dan seterusnya. Semuanya serba pilihan.
Karena itu, barangkali tidak berlebihan jika saya mengatakan bahwa belajar menentukan
sebuah pilihan harus ditempatkan sebagai ilmu dasar yang mesti diberikan,
dicari, dan dipelajari oleh siapa pun. Bahkan, jika perlu, pelajaran “menentukan
memilih” bisa diajarkan secara khusus di sekolah-sekolah, pondok pesantren, dan
bahkan perguruan tinggi. Kenapa?
Agar tidak lebih banyak lagi orang kebingungan, yang kemudian karena
kebingungannya itu ia menjadi putus asa dan bunuh diri. Juga agar manusia tidak
masuk ke dalam golongan tabi’isme (pengikut) alias mbebek, atau
taklid buta. Taklid dan sejenisnya memang satu jenis pilihan juga, tetapi
sebelum memutuskan untuk taklid semestinya akan didasari dengan
pertimbangan-pertimbangan.
Ilmu “menentukan pilihan” juga penting guna menangkal kesesatan dan
kemungkaran. Kenapa memilih Islam? Apakah karena orangtuamu Islam? Bagaimana jika
orang tuamu pindah agama, apakah kamu akan tetap Islam? Saya pernah tanyakan
itu ke siswa-siswa kelas VII yang notabene Islamnya masih ikut-ikutan doang.
Cerita lagi, seorang Guru Wiyata ditawari seorang oknum agar membayar
sekian juta untuk membeli SK PNS. Mungkin Guru tersebut nurut lalu akan menjual
sawah ayahnya, atau ia menolaknya dengan santun, atau bisa jadi ia melaporkan
oknum tersebut ke polisi.
Tuhan telah membekali manusia dengan akal dan hati, tidak lain sebagai bekal
kita dalam menentukan pilihan. Mau golongan hijau, kuning, merah, biru atau
putih? Ya, golput juga sebuah pilihan. Melawan kemungkaran dengan tangan, mulut,
atau sebatas hati, kita mau milih mana? Diam juga bagian dari pilihan.
Seorang bocah memutuskan untuk menangis demi mendapatkan boneka di rak
sumpermarket, dan seorang pemuda juga memilih menangis di depan ayahnya demi
mendapat restu ayahnya menikahi gadis yang ia cintai. Bocah tersebut akhirnya
mendapatkan boneka yang ia maui, makanya ia terus menangis dan menangis setiap
permintaannya tidak dituruti. Sementara pemuda cengeng itu justru dikurung
dalam kamar oleh ayahnya. Itulah, potret kecil dari sebab-akibat pilihan,
sebelum dan setelah pilihan ditetapkan.
Seorang Mahasiswa memilih aksi bakar diri di depan gedung Dewan sebagai bentuk
perlawanan, sementara sekelompok masa memutuskan untuk membakar rumah bordil. Itulah
pilihan! Dan kita, sebagai penonton kemudian akan menilai pilihan-pilihan yang
dilakukan orang lain. Lalu memberikan pendapat seusai dengan keilmuan dan sudut
pandang kita masing-masing.
Dalam menentukan pilihan, tentu kita tidak boleh hanya mengandalkan bantuan
otak, baik otak kanan atau otak kiri. Jika hanya otak yang kita pakai, bisa
jadi pilihan kita tergolong cerdas, tetapi tidak bijak. Sebab, sangat mungkin bukankah
pilihan kita bergesekan, atau berbenturan dengan pilihan orang lain.
Dengarkan cerita ini: Seorang yang baru mengikuti seminar tentang otak
kanan berniat mendirikan sebuah usaha. Ia sudah yakin usahanya akan sukses. Dengan
berapi-api ia terangkan niatnya itu kepada orangtuanya. Tetapi, di luar dugaan, orang tuanya tidak setuju,
mengeluarkan berbagai argumen yang dihasilkan oleh otak kirinya yang kalkulatif
dan tidak suka tantangan. Bagaimana kemudian si anak menyikapinya? Menerobos larangan
orangtua? Atau patuh?
Benturan antara pilihan sang anak dengan orangtua sangat sering terjadi. Tak jarang bahkan diakhiri dengan tikaman pedang. Maka, bagi saya, mengalah atau patuh pada pilihan orang tua adalah yang bijak, terutama untuk urusan-urasan yang besar, seperti jihad, menikah, atau ketika hendak memulai bisnis-bisnis besar.
Nabi sendiri melarang seseorang yang hendak berjihad sebelum mendapatkan ijin dari orangtuanya. Nah lho!
Masih tentang pilihan. Soal kemiskinan yang membludak di negeri ini membuat presiden memberikan aneka
subsidi. Itu merupakan satu pilihan dari bermacam pilihan solusi membantu masyarakat
kelas bawah. Tetapi apakah pilihan itu merupakan pilihan yang bijak? Sebagaimana
dua pilihan, memberikan ikan atau kail? Memberikan receh atau memberi
pekerjaan? Nah!
Pilihan! Kaum beriman percaya bahwa keputusan kita dalam menentukan
sebuah pilihan juga dipengaruhi faktor eksternal. Yakni, kekuatan gaib yang
bekerja di luar diri kita. Di dalam Islam ada yang dikenal dengan istikhara’
(minta dipilihkan). Istikhara’ ini merupakan sebuah usaha untuk mendapatkan
pilihan yang terbaik dengan melakukan amalan-amalan tertentu.
Tuhanlah Maha membolak-balikkan hati manusia. Maka, ketika engkau
dihadapkan dengan pilihan-pilihan, terutama pilihan-pilihan yang rumit, maka mintalah
bimbingan Tuhan agar diberi jalan yang terbaik. Bukankah keragu-raguan itu
datangnya dari syetan? Maka, mantapkan pilihanmu!
Yang sering disalah pahami, bahwa istikhara’ ini hanya dilakukan dengan
cara shalat dua ra’aat yang dikenal dengan shalat istikhara’. Padahal istikhara’
ini sangat luas maknanya dan ada bermacam cara melalukannya. Meminta pendapat teman,
keluarga, Kiai, juga bagian dari
istikhara’.
Ada juga ulama yang memberikan nasehat, bahwa ketika bermacam cara
istikhara’ mulai dari shalat dan meminta pendapat orang lain belum membuat hati
kita mantap, maka ambillah al-Qur’an, baca shalawat nabi tiga kali, an-naas
tiga kali, lalu mohonlah kepada Allah agar Ia memberikan petunjuk melalui
kalamullah. Lalu bukalah mushaf al-Qur’an, dan bacalah ayat pertama di sudut
kanan paling atas. Jika itu adalah ayat-ayat tentang kebaikan, misal tentang
surga keimanan, maka lakukanlah apa yang menjadi niatmu. Dan sebaliknya, jika
itu adalah ayat-ayat ancaman, larangan, siksaan dan sejenisnya maka jangan
lakukan. Cara seperti ini tentu tidak tepat untuk memutuskan memilih Siti atau Zainab, Ahmad yang tampan atau Ghufron yang kaya. Untuk soal memilih jodoh mungkin cukup dengan shalat istikhara dan dialog dengan orang-orang di sekitar.
Semoga kita senantiasa mendapatkan bimbingan Allah dalam menentukan
pilihan!
Nb:
Tentu tidak perlu shalat istikhara’ kalau hanya untuk memutuskan menulis
komentar atau tidak untuk artikel “cara cerdas dan bijak menentukan pilihan!”
10 comments
commentssukron ya akhi,,,,taxs nya sangat bermanfaat,,
Replysangat bermanfaat sekali...
ReplySaya ijin copas ke blog saya ya...
Thanks....
ya, seperti sekarang sya hasus memilih apakah saya tetep sebagai guru ataukah pindah kerja yg penghasilannya lebih besar. Apalagi kebutuhan dan keluarga menyuruh sy untuk keluar...
Replysama-sama akhi. terimakasih. salam
Replyya, silahkan. semoga tambah manfaat. salam
Replyhidup kadang dilematis gitu ya, DEvinza. Saya sendiri tetap bertahan sebagai guru non-PNS, belum sertifikasi, dan tentu dengan gaji yang pas-pasan. Tapi alhamdulillah, rejeki tidak ditentukan oleh apakah kita menjadi guru atau apa. yang penting bekerja. semoga diberi bimbingan Tuhan. salam
Replytetapi tetap semua kembali kepada Allah.. pilihan Allah yg paling benar. :D
Replydan sudah berkeluarga?
Replybagaimana cara membedakan yang benarm, cita2 atau kebutuhan , sekiranya mohon tolong di jelaskan
ReplySaya anak sma tapi tinggi z hanya 120cm ibu z ingin membelikan z motor tapi z bingung antara jupiter mx king 150 dan jupiter z1 karna badan z pendek mohon di jawab
Reply