Oleh Jusuf AN
Tulisan ini disampaikan dalam kegiatan Bengkel Sastra, Penciptaan Cerpen. Diselenggarakan Balai Bahasa Jateng bekerjasama dengan Fakultas Bahasa dan Sastra UNSIQ Wonosobo, bertempat di Aula FBS UNSIQ, 15-17 September 2015. Karena cukup panjang, tulisan ini dimuat menjadi beberapa bagian.
Menulis, entah itu fiksi maupun non fiksi memang tidak semudah yang dibayangkan sebagian orang. Ini baru menulis, belum lagi untuk menghasilkan tulisan yang baik. Dan kita pun memaklumi jika kemudian beberapa penulis bermaksud berbagi pengalaman kepada orang lain (yang sudah menulis maupun yang belum) tentang dunia yang digelutinya melalui buku-buku how to seputar kepenulisan. Setiap penulis memiliki cara dan teknik yang berbeda dalam menghasilkan sebuah karya. Karena itulah tidak apa-apa mereka menulis buku dengan tema yang sama. Berbagi pengalaman tentu saja menyenangkan, dan dari situlah kita bisa saling menggenapi kekurangan.
Tapi ada juga penulis yang ketika ditanya, “bagaimana cara menulis yang baik?” kemudian menjawab “menulis sajalah, nanti lama-lama juga baik.” Apakah itu merupakan jawaban yang keliru? Sebab kalau menulis yang baik cukup dengan “menulis sajalah”, lalu bagaimana dengan buku-buku how to itu? Untuk apa ada pelatihan dan workshop kepenulisan?
Benar, untuk menjadi seorang penulis dibutuhkan action, bukan sekadar membaca buku how to dan mengikuti pelatihan kepenulisan. Tetapi untuk menjadi penulis yang menghasilkan karya-karya terbaik, kita butuh teknik. Sebagaimana pemain sepak bola, tentu saja senang mengamati (bukan cuma menonton) pemain internasional, berlatih teknik heading seminggu penuh, dan bergabung dengan sekolah sepak bola. Itu semua agar permainannya bias berkembang. Demikian pula dengan menulis, apapun, termasuk cerpen.
Siapapun bisa menulis cerpen. Tetapi untuk menghasilkan cerpen yang baik, dibutuhkan latihan, juga teknik. Pada kesempatan inilah saya hendak berbagi pengalaman dan jika memungkinkan juga memberikan beberapa saran seputar penciptaan cerpen, khususnya terkait teknik penggalian dan pengembangan ide, alur dan pengaluran, latar, tema dan bahasa.
PENGGALIAN IDE
Dalam banyak buku persoalan ide biasanya dimasukkan dalam tahapan persiapan menulis cerpen. Padahal bisa juga orang menulis tanpa memiliki ide sebelumnya. Sebab ide menulis kadang-kadang baru muncul ketika paragraf pertama mulai dituliskan. Tetapi memang, secara umum ide adalah bahan bakar yang digunakan oleh penulis untuk memulai karyanya.
Ide atau gagasan bisa apa saja, dan bisa datang dari mana saja, kapan saja. Anda tidur, bermimpi, lalu terpikir untuk membuat cerpen dari mimpi yang barusan anda alami. Anda tidak bisa tidur, bisa tidur tapi tidak bisa bermimpi, mimpi anda selalu buruk, semuanya bisa anda angkat sebagai sebuah ide. Namun begitu, sebagaimana seorang jurnalis, ia mesti memilah dan memilih peristiwa mana saja yang pantas untuk diangkat sebagai sebuah berita. Penulis cerpen juga mesti pandai memilih ide. Tapi bagaimana mau memilih, menemukan saja belum?
Jika belum menemukan ide, maka apakah anda sudah mencarinya? Di mana anda mencari ide tersebut? Bekal apa yang anda bawa saat dalam perjuangan mencari ide?
Ide adalah makhluk yang bertebaran di alam raya. Anda hanya memerlukan sedikit latihan dan menambah bekal dalam upaya menggenggamnya sebelum kemudian memutuskan mengangkatnya menjadi sebuah cerita.
Bekal utama untuk bisa menangkap ide adalah pengalaman. Apa yang anda lihat, apa yang anda dengar, apa yang anda rasakan, pikiran-pikiran anda, peristiwa yang anda alami, merupakan pengalaman langsung. Sedangkan apa yang anda dengar dari orang lain, yang anda baca, adalah pengalaman tidak langsung. Tanpa pengalaman, baik langsung maupun tidak langsung mustahil seseorang dapat menuliskan sesuatu.
Cobalah jalan-jalan dan amatilah apa yang anda lihat, dengar, dan rasakan apakah ada yang menarik perhatian anda. Pikirkan kembali pengalaman hidup anda sendiri, barangkali ada di antaranya yang patut untuk diangkat sebagai cerpen. Kebencian anda pada negara yang korup, penguasa yang dzalim, guru yang tidak disiplin, atau kesenangan anda terhadap bunga-bunga, pemandangan hijau, kesuburan tanah dan seorang gadis. Bisa jadi menarik untuk dikisahkan.
Jika anda benar-benar tidak memiliki pengalaman hidup yang layak dikisahkan, karena anda hidup wajar-wajar saja, dan anda tahu bahwa hidup anda pasti akan membosankan jika dijadikan cerpen maka anda bisa memungut ide yang betebaran di sekeliling anda. Seorang penulis mesti belajar untuk peka pada setiap kejadian, yang dilihat dan didengarnya. Berita-berita di koran dan televisi akan berlalu begitu saja bagi banyak orang, tetapi bagi penulis yang peka, pastilah ada di antara berita-berita tersebut yang layak diangkat sebagai cerita. Misalkan, sebuah berita mengabarkan, seorang bayi ditemukan di selokan. Itu berita yang tragis, yang mestinya membuat hati banyak orang tersentuh. Dan sebagai penulis yang sedang berburu ide, anda mesti lebih gelisah ketimbang orang yang bukan penulis.
Ada banyak peluang untuk menulis cerpen yang berawal dari berita tersebut. Tanyakanlah pada diri anda, siapa ibunya, apa penyebabnya, bagaimana nasib bayi itu kemudian, apakah ada orang yang sudi merawatnya, dan bagaimana jika seandainya bayi itu adalah anda.
Begitulah, hal-hal remeh sekalipun sebenarnya bisa dijadikan sumber ide. Masalah nanti cerpennya akan bagus atau tidak bukan semata soal idenya apa, tetapi ada banyak faktor lainnya. Sebaliknya, ide sebagus apapun kalau penggarapannya buruk, hasilnya juga akan buruk.
Dari paparan di atas sudah bisa ditangkap bahwa ide bukanlah sesuatu yang mengenalkan diri kepada anda, tetapi anda sendiri yang berusaha mengenalinya. Ide tidak begitu saja turun dari langit, tetapi harus anda cari dan kejar. Dan karena kepala kita mudah melupakan apa saja, maka penulis yang baik senang hati menuliskan ide yang dia dapat dalam bentuk catatan ringkas, entah itu di buku maupun di media lain.
Mengasah Imajinasi
Sebagaimana sudah disinggung, penulis sastra mestilah menjadi orang yang peka. Cara pandangannya terharap sesuatu juga mesti berbeda ketimbang orang kebanyakan. Untuk ini dibutuhkan imajinasi yang dengannya hal-hal (benda atau peristiwa) yang bagi sebagian orang tampak biasa, namun bagi penulis sastra menjadi aneh dan luar biasa.
Inilah bekal yang harus dimiliki penulis cerpen: Imajinasi. Bayangkanlah hal-hal yang aneh, nyleneh, dan tidak logis. Bagaimana jika seekor anjing menikah dengan manusia; apa yang terjadi jika sebuah negeri di pimpin oleh srigala; seorang anak kecil yang selalu menangis melihat ayahnya; manusia yang bisa bercakap-cakap dengan asbak; dan lain sebagainya.
Imajinasi masing-masing orang berbeda, dan karenanya ide yang sama sekalipun dapat menghasilkan cerita yang berbeda. Untuk melatih daya imajinasi anda, anda harus banyak membaca buku. Membaca apa saja, khususnya karya sastra. Selain menambah pengalaman tidak langsung (yang merupakan sumber ide) imajinasi anda akan terasah karena membaca membawa pikiran anda untuk memvisualisasikan kata-kata, dan membayangkan juga suara-suara. Khasiat membaca lebih dahsyat ketimbang hanya menonton film, meski film yang bagus, yang memberikan ruang bagi penontonnya untuk berimajinasi, juga bisa dapat membantu anda mengasah imajinasi.
Mengikat Ide dengan Judul
Kadang-kadang ini penting juga. Saya kerap menemukan ide tertentu dan seketika itu pula saya membuat judul untuk calon cerpen yang akan saya tulis. Atau bisa juga kita tidak tahu ceritanya akan seperti apa, tetapi kita sudah menemukan judulnya. Bagi yang biasa menulis, mungkin kerap mengalami “kejatuhan judul” secara tiba-tiba, meski kadang-kadang judul itu jatuh di saat yang tidak tepat, ketika kita sedang shalat misalnya. Kenapa ini bisa terjadi? Entahlah. Mungkin bisikan setan, atau mungkin juga karena alam raya tahu bahwa diri kita sedang membutuhkan ide cerita.
Jika bukan dalam bentuk judul, kita perlu mengikat ide tersebut itu dalam sebentuk judul. Tujuannya adalah untuk merangsang imajinasi agar kita bisa lebih fokus. Persoalan nanti judul ceritanya berubah itu tidak masalah.
Mendaur Ulang Ide Penulis Lain
Anda tidak perlu takut dikatakan sebagai tukang plagiat. Semua yang ada di bawah langit tidak ada yang murni. Segalanya lahir karena pengaruh dari yang lain. Termasuk cerpen. Kita menemukan banyak cerpen dengan ide yang sama atau hampir mirip yang ditulis oleh orang yang berbeda. Dan itu tidak masalah.
Bacalah cerpen, ambil ide utamanya, lalu tulislah dengan versi anda. Bisa jadi anda akan menghasilkan cerita yang sama sekali berbeda, dan anda tidak layak disebut sebagai plagiator.
Kisah cinta segitiga, cinta yang tidak direstui, betapa sudah banyak, dan tetap saja lahir. Tapi memang, yang bagus adalah ide anda sendiri, meski tidak jarang ide itu pernah ditulis oleh orang lain tanpa sepengetahuan anda.
Menulis Cepat dengan Keyword Tertentu
Bagaimana kalau kita benar-benar tidak memiliki ide untuk ditulis? Apakah kita akan berhenti menulis begitu saja. sebaiknya tidak, apalagi bagi yang sedang dalam tahapan latihan. Bagi yang sudah terbiasa menulis mungkin akan tidak masalah ketika ia berhenti menulis dalam jangka waktu yang cukup lama. Tetapi bagi yang baru-baru, ini bisa membuat anda semakin sulit menulis.
Kalau anda merasa tidak punya ide sama sekali, cobalah ambil keyword tertentu. Misal, sandal, kopyah, dan seorang kiai. Tulislah cerita dengan tiga keyword tersebut. Bebas saja. Trik ini juga akan merangsang imajinasi dan otak anda untuk terbiasa bekerja. Anda dapat membuat hubungan yang logis dari ketiga keyword tersebut. Anda mungkin akan terperangah saat melihat hasilnya. Kalau toh menurut anda tulisan itu buruk, itu masih lebih baik dari pada anda tidak menulis sama sekali.
Baca kelajutanya:
Tulisan ini disampaikan dalam kegiatan Bengkel Sastra, Penciptaan Cerpen. Diselenggarakan Balai Bahasa Jateng bekerjasama dengan Fakultas Bahasa dan Sastra UNSIQ Wonosobo, bertempat di Aula FBS UNSIQ, 15-17 September 2015. Karena cukup panjang, tulisan ini dimuat menjadi beberapa bagian.
Menulis, entah itu fiksi maupun non fiksi memang tidak semudah yang dibayangkan sebagian orang. Ini baru menulis, belum lagi untuk menghasilkan tulisan yang baik. Dan kita pun memaklumi jika kemudian beberapa penulis bermaksud berbagi pengalaman kepada orang lain (yang sudah menulis maupun yang belum) tentang dunia yang digelutinya melalui buku-buku how to seputar kepenulisan. Setiap penulis memiliki cara dan teknik yang berbeda dalam menghasilkan sebuah karya. Karena itulah tidak apa-apa mereka menulis buku dengan tema yang sama. Berbagi pengalaman tentu saja menyenangkan, dan dari situlah kita bisa saling menggenapi kekurangan.
Tapi ada juga penulis yang ketika ditanya, “bagaimana cara menulis yang baik?” kemudian menjawab “menulis sajalah, nanti lama-lama juga baik.” Apakah itu merupakan jawaban yang keliru? Sebab kalau menulis yang baik cukup dengan “menulis sajalah”, lalu bagaimana dengan buku-buku how to itu? Untuk apa ada pelatihan dan workshop kepenulisan?
Benar, untuk menjadi seorang penulis dibutuhkan action, bukan sekadar membaca buku how to dan mengikuti pelatihan kepenulisan. Tetapi untuk menjadi penulis yang menghasilkan karya-karya terbaik, kita butuh teknik. Sebagaimana pemain sepak bola, tentu saja senang mengamati (bukan cuma menonton) pemain internasional, berlatih teknik heading seminggu penuh, dan bergabung dengan sekolah sepak bola. Itu semua agar permainannya bias berkembang. Demikian pula dengan menulis, apapun, termasuk cerpen.
Siapapun bisa menulis cerpen. Tetapi untuk menghasilkan cerpen yang baik, dibutuhkan latihan, juga teknik. Pada kesempatan inilah saya hendak berbagi pengalaman dan jika memungkinkan juga memberikan beberapa saran seputar penciptaan cerpen, khususnya terkait teknik penggalian dan pengembangan ide, alur dan pengaluran, latar, tema dan bahasa.
PENGGALIAN IDE
Dalam banyak buku persoalan ide biasanya dimasukkan dalam tahapan persiapan menulis cerpen. Padahal bisa juga orang menulis tanpa memiliki ide sebelumnya. Sebab ide menulis kadang-kadang baru muncul ketika paragraf pertama mulai dituliskan. Tetapi memang, secara umum ide adalah bahan bakar yang digunakan oleh penulis untuk memulai karyanya.
Ide atau gagasan bisa apa saja, dan bisa datang dari mana saja, kapan saja. Anda tidur, bermimpi, lalu terpikir untuk membuat cerpen dari mimpi yang barusan anda alami. Anda tidak bisa tidur, bisa tidur tapi tidak bisa bermimpi, mimpi anda selalu buruk, semuanya bisa anda angkat sebagai sebuah ide. Namun begitu, sebagaimana seorang jurnalis, ia mesti memilah dan memilih peristiwa mana saja yang pantas untuk diangkat sebagai sebuah berita. Penulis cerpen juga mesti pandai memilih ide. Tapi bagaimana mau memilih, menemukan saja belum?
Jika belum menemukan ide, maka apakah anda sudah mencarinya? Di mana anda mencari ide tersebut? Bekal apa yang anda bawa saat dalam perjuangan mencari ide?
Ide adalah makhluk yang bertebaran di alam raya. Anda hanya memerlukan sedikit latihan dan menambah bekal dalam upaya menggenggamnya sebelum kemudian memutuskan mengangkatnya menjadi sebuah cerita.
Bekal utama untuk bisa menangkap ide adalah pengalaman. Apa yang anda lihat, apa yang anda dengar, apa yang anda rasakan, pikiran-pikiran anda, peristiwa yang anda alami, merupakan pengalaman langsung. Sedangkan apa yang anda dengar dari orang lain, yang anda baca, adalah pengalaman tidak langsung. Tanpa pengalaman, baik langsung maupun tidak langsung mustahil seseorang dapat menuliskan sesuatu.
Cobalah jalan-jalan dan amatilah apa yang anda lihat, dengar, dan rasakan apakah ada yang menarik perhatian anda. Pikirkan kembali pengalaman hidup anda sendiri, barangkali ada di antaranya yang patut untuk diangkat sebagai cerpen. Kebencian anda pada negara yang korup, penguasa yang dzalim, guru yang tidak disiplin, atau kesenangan anda terhadap bunga-bunga, pemandangan hijau, kesuburan tanah dan seorang gadis. Bisa jadi menarik untuk dikisahkan.
Jika anda benar-benar tidak memiliki pengalaman hidup yang layak dikisahkan, karena anda hidup wajar-wajar saja, dan anda tahu bahwa hidup anda pasti akan membosankan jika dijadikan cerpen maka anda bisa memungut ide yang betebaran di sekeliling anda. Seorang penulis mesti belajar untuk peka pada setiap kejadian, yang dilihat dan didengarnya. Berita-berita di koran dan televisi akan berlalu begitu saja bagi banyak orang, tetapi bagi penulis yang peka, pastilah ada di antara berita-berita tersebut yang layak diangkat sebagai cerita. Misalkan, sebuah berita mengabarkan, seorang bayi ditemukan di selokan. Itu berita yang tragis, yang mestinya membuat hati banyak orang tersentuh. Dan sebagai penulis yang sedang berburu ide, anda mesti lebih gelisah ketimbang orang yang bukan penulis.
Ada banyak peluang untuk menulis cerpen yang berawal dari berita tersebut. Tanyakanlah pada diri anda, siapa ibunya, apa penyebabnya, bagaimana nasib bayi itu kemudian, apakah ada orang yang sudi merawatnya, dan bagaimana jika seandainya bayi itu adalah anda.
Begitulah, hal-hal remeh sekalipun sebenarnya bisa dijadikan sumber ide. Masalah nanti cerpennya akan bagus atau tidak bukan semata soal idenya apa, tetapi ada banyak faktor lainnya. Sebaliknya, ide sebagus apapun kalau penggarapannya buruk, hasilnya juga akan buruk.
Dari paparan di atas sudah bisa ditangkap bahwa ide bukanlah sesuatu yang mengenalkan diri kepada anda, tetapi anda sendiri yang berusaha mengenalinya. Ide tidak begitu saja turun dari langit, tetapi harus anda cari dan kejar. Dan karena kepala kita mudah melupakan apa saja, maka penulis yang baik senang hati menuliskan ide yang dia dapat dalam bentuk catatan ringkas, entah itu di buku maupun di media lain.
Mengasah Imajinasi
Sebagaimana sudah disinggung, penulis sastra mestilah menjadi orang yang peka. Cara pandangannya terharap sesuatu juga mesti berbeda ketimbang orang kebanyakan. Untuk ini dibutuhkan imajinasi yang dengannya hal-hal (benda atau peristiwa) yang bagi sebagian orang tampak biasa, namun bagi penulis sastra menjadi aneh dan luar biasa.
Inilah bekal yang harus dimiliki penulis cerpen: Imajinasi. Bayangkanlah hal-hal yang aneh, nyleneh, dan tidak logis. Bagaimana jika seekor anjing menikah dengan manusia; apa yang terjadi jika sebuah negeri di pimpin oleh srigala; seorang anak kecil yang selalu menangis melihat ayahnya; manusia yang bisa bercakap-cakap dengan asbak; dan lain sebagainya.
Imajinasi masing-masing orang berbeda, dan karenanya ide yang sama sekalipun dapat menghasilkan cerita yang berbeda. Untuk melatih daya imajinasi anda, anda harus banyak membaca buku. Membaca apa saja, khususnya karya sastra. Selain menambah pengalaman tidak langsung (yang merupakan sumber ide) imajinasi anda akan terasah karena membaca membawa pikiran anda untuk memvisualisasikan kata-kata, dan membayangkan juga suara-suara. Khasiat membaca lebih dahsyat ketimbang hanya menonton film, meski film yang bagus, yang memberikan ruang bagi penontonnya untuk berimajinasi, juga bisa dapat membantu anda mengasah imajinasi.
Mengikat Ide dengan Judul
Kadang-kadang ini penting juga. Saya kerap menemukan ide tertentu dan seketika itu pula saya membuat judul untuk calon cerpen yang akan saya tulis. Atau bisa juga kita tidak tahu ceritanya akan seperti apa, tetapi kita sudah menemukan judulnya. Bagi yang biasa menulis, mungkin kerap mengalami “kejatuhan judul” secara tiba-tiba, meski kadang-kadang judul itu jatuh di saat yang tidak tepat, ketika kita sedang shalat misalnya. Kenapa ini bisa terjadi? Entahlah. Mungkin bisikan setan, atau mungkin juga karena alam raya tahu bahwa diri kita sedang membutuhkan ide cerita.
Jika bukan dalam bentuk judul, kita perlu mengikat ide tersebut itu dalam sebentuk judul. Tujuannya adalah untuk merangsang imajinasi agar kita bisa lebih fokus. Persoalan nanti judul ceritanya berubah itu tidak masalah.
Mendaur Ulang Ide Penulis Lain
Anda tidak perlu takut dikatakan sebagai tukang plagiat. Semua yang ada di bawah langit tidak ada yang murni. Segalanya lahir karena pengaruh dari yang lain. Termasuk cerpen. Kita menemukan banyak cerpen dengan ide yang sama atau hampir mirip yang ditulis oleh orang yang berbeda. Dan itu tidak masalah.
Bacalah cerpen, ambil ide utamanya, lalu tulislah dengan versi anda. Bisa jadi anda akan menghasilkan cerita yang sama sekali berbeda, dan anda tidak layak disebut sebagai plagiator.
Kisah cinta segitiga, cinta yang tidak direstui, betapa sudah banyak, dan tetap saja lahir. Tapi memang, yang bagus adalah ide anda sendiri, meski tidak jarang ide itu pernah ditulis oleh orang lain tanpa sepengetahuan anda.
Menulis Cepat dengan Keyword Tertentu
Bagaimana kalau kita benar-benar tidak memiliki ide untuk ditulis? Apakah kita akan berhenti menulis begitu saja. sebaiknya tidak, apalagi bagi yang sedang dalam tahapan latihan. Bagi yang sudah terbiasa menulis mungkin akan tidak masalah ketika ia berhenti menulis dalam jangka waktu yang cukup lama. Tetapi bagi yang baru-baru, ini bisa membuat anda semakin sulit menulis.
Kalau anda merasa tidak punya ide sama sekali, cobalah ambil keyword tertentu. Misal, sandal, kopyah, dan seorang kiai. Tulislah cerita dengan tiga keyword tersebut. Bebas saja. Trik ini juga akan merangsang imajinasi dan otak anda untuk terbiasa bekerja. Anda dapat membuat hubungan yang logis dari ketiga keyword tersebut. Anda mungkin akan terperangah saat melihat hasilnya. Kalau toh menurut anda tulisan itu buruk, itu masih lebih baik dari pada anda tidak menulis sama sekali.
Baca kelajutanya: