Suf, malam ini tidak ada terompet. Tidak ada kembang api. Tidak ada yang
lebih hikmat menyongsong malam tahun baru selain bermuhasabah di tempat sunyi,
sendiri atau berdua dengan ku, waktu. Ambilah sebuah cermin raksasa, letakkan di
depan wajahmu, lalu mulailah kau hitung gores-mores luka di wajahmu.
Bolehlah kau nyalakan lampu, atau cukup lilin saja. Memandang luka
sendiri tak membutuhkan bantuan penerang macam itu. Beratus-ratus, dan bahkan beribu
luka harus kau temukan. Carilah secermat mungkin, melebihi cermat matamu ketika
mencari receh yang hilang di jalan raya. Ingat-ingatlah, lagi dan lagi, bacalah
lagi catatan-catatan harianmu, juga yang kau sembunyikan di dadamu.
Suf, berjalan dan berlari bersamamu sungguh tak pernah ku mengeluh. Melambat
atau kencangnya jalanku, itu tergantung pula pada perasaanmu, tergantung medan
yang kau lalui. Aku biasa saja tuh! Patuh! Mau kau ajak aku begadang, aku
nurut. Kau ajak aku bangun siang-siang, aku ikut. Kau semarakkan aku dengan
kerja, aku oke saja. Kau ingin aku menemanimu melamun, bermalas-malasan, aku agak
keberatan, tapi karena kau memaksa ya gimana lagi.
Jika aku laksana pedang, kaulah tangan yang menggenggam ulu-ku. Mau kau
tebaskan pedang itu ke lehermu sendiri, aku tak bisa berbuat apa-apa.
Dan sebentar lagi dua ribu sebelas akan lepas. Besok mungkin kau akan
keliru menuliskan angka tahun. Itu biasa. Yang tidak biasa, yang jahat, yang
parah, yang hina, yang jelek, yang buruk, adalah ketika kau tidak mencoba
mengobati gores-mores luka di wajahmu itu. Lihatlah! Kau sudah menemukan berapa?
1032? Wow!
Sampai kiamat kurang tujuh hari pun ia tak akan hilang dan bahkan akan
terus bertambah seiring napasmu, seiring langkahku. Itu jika tak ada tekadmu
untuk mengobatinya dengan mengakhiri kebiasaan-kebiasaan burukmu. Mula-mula kau
cuma butuh satu: Niat! Dan niat ini akan percuma saja jika tidak kau barengi
dengan tekad! Tekad ini akan mentah tanpa action!
Meninggalkan kebiasaan buruk, menjaga dan menciptakan lebih banyak lagi kebiasaan
yang baik. Jangan anggap kalimatku itu sebagai omong kosong, kecuali jika kau
ingin benar-benar ia mewujud sebagai omong kosong!
Suf, teruslah bersyukur. Teruslah membaca abjad-abjadku tentang dirimu. Dan
jangan sekali-kali kau menyalahkan nasib. Sebab itu artinya kau sedang
menyalahkan dirimu sendiri.
Suf, teruslah menulis. Tetaplah belajar sembari menularkan ilmumu di
sekolah dan di mana dan kapan pun selagi tepat. Tingkatkan kekuatakan-kekuatan
yang kau meiliki, dengan itu maka kelemahan-kelemahanmu akan terkurangi.
Usah kau risaukan rezeki, Suf! Selama setahun ini, adakah kau dan
keluargamu pernah merasakan kelaparan, kehabisan beras dalam satu hari, tidak
bisa membelikan susu, mainan, jajan, dan membayar uang sekolah untuk anakmu? Pernahkah,
hei!
Perbanyaklah dzikir, dan tata kembali cara berpikirmu! Niscaya hari-hari
di depanmu akan lebih cemerlang: kita berjalan bergandengan sampai tiba masanya
senja itu datang, dingin mengecupmu !