Komputer Pertamaku



Jusuf AN

Membuka windows ekplorer, disc D, folder ‘1)karyaku’  , aku cukup terpana. Di sana tersimpan ratusan file yang telah aku tulis sejak aku masih semester III. Ratusan lebih puisi, seratusan cerpen dan puluhan yang belum kuselesaikan, puluhan resensi buku, beberapa esai buku dan opini, sebuah cerbung, satu novel remaja, tiga novel dewasa, beberapa cerita remaja dan cerita anak-anak, tiga atau lima naskah buku agama. Subhanallah...

 Waktu itu, tahun 2004, aku masih semester III di IAIN Sunan Kalijaga, ayah membelikanku komputer pentium III dengan HD  20 GB 128 RAM lengkap dengan printer cannon model ip1200, harganya sekitar Rp.2.000.000. Aku tinggal di sebuah kamar kos di gang sempit, wisma Liberty namanya. Ada enam kamar di sana, yang mana lima kamar diisi oleh aku dan kawan-kawan seangkatan dan satu komunitas denganku, Sanggar Jepit Jogjakarta. Sebelumnya aku telah menulis beberapa puisi untuk dibacakan dan kadang-kadang didiskusikan pada malam Rabu, malam yang konon Malaikat banyak turun ke bumi, malam di mana kaum Sanggar Jepit berkumpul di tangga demokrasi, atau di lorong-lorong kampus IAIN Sunankalijaga sebelum direnovasi. Aku yang juga bergabung dengan Lembaga Pers Mahasiswa Advokasia dan telah pernah satu kali mengikuti pelatihan jurnalistik, kemudian juga tertarik untuk menulis opini, dan cerpen, lalu mengirimkannya ke media.

Menulis, mengirim, melihat koran di perpus kampus, dan tak pernah melihat tulisanku dimuat, aku kok ya justru kian penasaran. Barulah pada pertengahan 2005, tulisanku dimuat di kolom prokon aktivis Jawa Pos. Aku masih sangat ingat, waktu itu, aku hendak mengikuti kuliah dan seorang kawan bernama Eka Pemana mengaku melihat namaku di koran. Aku segera turun dari lantai dua, menuju perpus, dan lama tidak memejamkan mata melihat tulisanku sendiri terpampang di koran dinding.
Terimakasih, Ayah. Komputer yang engkau belikan sangat berharga. Bukan hanya skripsi dan makalah telah aku tulis dengan komputer itu, sebagaimana awal mula tujuanmu membelikan barang itu. Ia telah menjadi temanku bermalam-malam, berbulan-bulan, sampai lima tahun lebih, telah memancing dan memacu semangatku untuk terus berkarya. Tapi, maaf, Ayah, sejak kecil aku memang ganjah, tak bisa merapat barang-barang pemberianmu. Beberpaa kali kau membelian aku jam tangan dan aku selalu menghilangkan. Dan kini komputer itu error, minta ganti mainboard, teronggok di mushala kecil di rumah kontrakanku, sebagai alas sarung dan sajadah, sementara HD-nya yang merk SATA ada di laci mejaku di sekolahan, error pula. Untunglah semua datanya sudah aku pindahkan ke laptop, dan dua keping CD. Aku berjanji, tak akan memberikan komputer itu ke siapa pun, meski di sebelah rumah kontrakanku ada Laskar Mandiri, tempat penampungan barang-barang rongsok.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »