Tulisan ini dimuat dalam Rubrik Laporan Utama Majalah Prestasi MTs N Wonosobo edisi 4 Desember 2014.
Tidak ada yang salah dengan impian atau cita-cita. Kita bebas untuk bisa bermimpi menjadi apa saja: Dokter, Polisi, novelis, atau menjadi ustadzah. Ketika masih anak-anak dulu, kita mungkin juga pernah punya impian menjadi Power Rangers, atau Gatot Kaca.
Benar, memang sering kali cita-cita seseorang berubah seiring dengan berjalanan waktu dan berubahnya situasi dan kondisi yang ia hadapi. Cita-cita kita waktu kecil bisa jadi berbeda dengan cita-cita kita saat duduk di bangku Madrasah. Kelak, ketika kita sudah Aliah atau kuliah, bisa saja impian kita akan berubah. Kenapa bisa begitu?
"Salah satu sebabnya adalah karena kita jarang atau bahkan belum pernah diajari untuk membangun sebuah impian dengan sungguh-sungguh," demikian Lasimin, selaku Guru Bimbingan dan Konseling (BK) menuturkan. "Ketika kita ditanya, apa cita-citamu. Kita menjawab sesukanya, seolah itu pertanyaan yang tidak penting," lanjutnya.
Memiliki impian atau cita-cita merupakan sesuatu yang penting dimiliki oleh semua orang. Dan karenanya, BK MTs Negeri Wonosobo siap dan berusaha untuk mengarahkan para siswa untuk bercita-cita yang tepat. Dengan bercita-cita ia akan menjadi satu tumpuan atau fokus dalam mendapatkan sesuatu dalam kehidupan. Jika hidup diibaratkan sebagai perjalanan, maka impian dan cita-cita adalah tujuan dari perjalanan tersebut. Orang yang tidak memiliki cita-cita mirip seperti orang yang hidupnya tanpa tujuan, seperti kapal layar hilang layar.
Dengan memiliki cita-cita kita juga dapat lebih fokus pada apa yang kita tuju. Jika kita punya impian untuk menjadi seorang pemain sepak bola kelas dunia misalnya, maka kita dapat merancang langkah-langkah untuk menggapai impian itu.
Dalam sebuah buku Dreamstart Parents: Cara Smart Memandu Cita-cita karya Ir. Yudistira dinyatakan bahwa sebenarnya impian dan cita-cita dapat kita buat kapan saja. Yang penting adalah bahwa kita boleh membuatnya sesuai keinginan kita sendiri, tidak usah takut di larang oleh orang lain. Kita tidak perlu takut kalau cita-cita kita berbeda dengan harapan orang tua kita. Ada beberapa fakta yang membuktikan bahwa jika seorang anak melakukan apa yang dicita-citakan oleh orang tua mereka, atau jika hanya ikut-ikutan teman saja, sedangkan ia sendiri tidak menyuainya, akan terjadi hambatan dalam dirinya. Hambatan ini akan menyulitkan dalam mencapai cita-cita tersebut.
Salah seorang siswa Putri Rhobiyatul Adzewiyah, siswa 8H, mengaku jika cita-citanya adalah ingin menjadi Reporter VOA . Ketika ditanya, kenapa memilih ingin menjadi Reporter TV, Putri menjawab karena ia suka dengan tantangan. “Soal gajinya berapa saya tidak tahu, yang jelas saya suka Bahasa Inggris dan ketika melihat reporter TV saya merasa ingin menjadi seperti mereka,” tuturnya.
Beda lagi dengan Erma Sholikhatul Khosiyah yang ingin menjadi seorang seniman. Siswa 8F yang berumah di Sembungan, Kejajar, Wonosobo ini mengaku sudah menyukai dunia seni sejak kecil. Ia pun memantapkan langkah, dan sudah mulai membuat ancang-ancang untuk bisa menggapai citanya. “Saya ingin kuliah di ISI (Institut Seni Indonesia_red). Semoga Tuhan mengabulkan,” akunya dengan nada yang mantap.
Sementara Atina Naili Fauziah (8E) dengan tegas mengatakan kalau dirinya ingin menjadi Guru. Siswa kelahiran 15 Februari 2001 ini punya motto hidup yang sederhana, tapi kuat: Seberat apapun beban masalah yang kamu hadapi saat ini, percayalah bahwa semua itu tak pernah melebihi batas kemampuan kamu. “Dengan menjadi guru, saya ingin berbagi, dan ikut mencerdaskan bangsa,” demikian Atina menerangkan ketika ditanya redaksi alasannya ingin menjadi Guru.
Masing-masing dari kita punya impian dan cita-cita yang berbeda. “Yang terpenting bukan cita-citanya, tetapi bagaimana upaya kita dalam meraih cita-cita tersebut,” jelas Bapak Yatiman, Kepala MTs Negeri Wonosobo. “Siswa MTs tidak boleh minder. Bercita-cita jadi Dokter, boleh. Jadi Pilot juga bagus. Tapi jangan kemudian apa yang sudah kita cita-citakan itu hanya menjadi angan-angan. Bersungguh-sungguhlah, pasti akan ada jalan.”
Apa yang disampaikan Kepala MTs N Wonosbo tersebut tidak berlebihan. Memang sudah banyak Alumnus MTs Negeri Wonosobo yang menjadi orang berhasil dalam menggapai impian. Tentu saja mereka meraihnya tidak seperti membalik telapak tangan. Harus ada ikhtiar yang diiringi dengan doa.
Siapa bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Dan setiap orang mempunyai cara sendiri untuk menggapai impiannya. Setiap manusia diciptakan dengan keunikannya sendiri, dengan bakat dan kemampuan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Selain bakat dan kemampuan dasar yang berbeda, faktor bagaimana seseorang bergaul dengan lingkungan sekitar juga mempengaruhi tingkat keberhasilan masing-masing orang.
Dalam buku Man Jadda Wajada karya Akbar Zainuddin diterangkan bahwa banyak hal yang berpengaruh terhadap pencapaian kesuksesan ini. Yang paling utama adalah tentang cara pandang. Seseorang yang dibiasakan hidup dengan penuh optimis, ia akan terbiasa memandang semua persoalan dengan penuh optimis. Sebaliknya, jika ia dibiasakan memandang segala sesuatunya dengan pesimis, akan sulit mengubah cara pandang hidupnya terhadap berbagai persoalan dengan dengan optimisme. Ia akan terbiasa memandang pesimis terhadap berbagai persoalan yang ada.
Persoalan cara pandang ini menjadi penting karena di situlah kunci utama dan awal bagaimana seseorang membuka pintu-pintu keberhasilan yang akan ia masuki. Jika seseorang mampu membangun pola pikir yang optimis dan terbuka terhadap berbagai persoalan yang ada, maka akan lebih mudah baginya untuk berhasil di masyarakat.
Sebagai contoh, banyak orang di antara kita bercita-cita menjadi dokter, mungkin salah satunya karena bisa banyak bermanfaat bagi orang lain karena mengobati orang sakit. Tetapi dari sekian banyak orang yang bercita-cita menjadi dokter, hanya sedikit orang yang kemudian berhasil mencapai cita-cita itu. Banyak sebabnya, ada yang kemudian hanya sekedar cita-cita, kekurangan dana untuk masuk kuliah kedokteran yang mahal, tidak lulus masuk Fakultas Kedokteran, dan berbagai sebab lain. Semua kesulitan dan rintangan yang ada di depan mata itulah yang kemudian menjadi penghalang seseorang mencapai cita-citanya. Padahal, belum tentu juga dengan segala rintangan yang dimiliki tersebut akan menghalanginya mencapai cita-cita, justru jika ia mampu mengatasinya, akan menjadi energi yang sangat kuat untuk terus menghidupkan cita-cita yang dimilikinya. (yusuf)
Tidak ada yang salah dengan impian atau cita-cita. Kita bebas untuk bisa bermimpi menjadi apa saja: Dokter, Polisi, novelis, atau menjadi ustadzah. Ketika masih anak-anak dulu, kita mungkin juga pernah punya impian menjadi Power Rangers, atau Gatot Kaca.
Benar, memang sering kali cita-cita seseorang berubah seiring dengan berjalanan waktu dan berubahnya situasi dan kondisi yang ia hadapi. Cita-cita kita waktu kecil bisa jadi berbeda dengan cita-cita kita saat duduk di bangku Madrasah. Kelak, ketika kita sudah Aliah atau kuliah, bisa saja impian kita akan berubah. Kenapa bisa begitu?
"Salah satu sebabnya adalah karena kita jarang atau bahkan belum pernah diajari untuk membangun sebuah impian dengan sungguh-sungguh," demikian Lasimin, selaku Guru Bimbingan dan Konseling (BK) menuturkan. "Ketika kita ditanya, apa cita-citamu. Kita menjawab sesukanya, seolah itu pertanyaan yang tidak penting," lanjutnya.
Memiliki impian atau cita-cita merupakan sesuatu yang penting dimiliki oleh semua orang. Dan karenanya, BK MTs Negeri Wonosobo siap dan berusaha untuk mengarahkan para siswa untuk bercita-cita yang tepat. Dengan bercita-cita ia akan menjadi satu tumpuan atau fokus dalam mendapatkan sesuatu dalam kehidupan. Jika hidup diibaratkan sebagai perjalanan, maka impian dan cita-cita adalah tujuan dari perjalanan tersebut. Orang yang tidak memiliki cita-cita mirip seperti orang yang hidupnya tanpa tujuan, seperti kapal layar hilang layar.
Dengan memiliki cita-cita kita juga dapat lebih fokus pada apa yang kita tuju. Jika kita punya impian untuk menjadi seorang pemain sepak bola kelas dunia misalnya, maka kita dapat merancang langkah-langkah untuk menggapai impian itu.
Dalam sebuah buku Dreamstart Parents: Cara Smart Memandu Cita-cita karya Ir. Yudistira dinyatakan bahwa sebenarnya impian dan cita-cita dapat kita buat kapan saja. Yang penting adalah bahwa kita boleh membuatnya sesuai keinginan kita sendiri, tidak usah takut di larang oleh orang lain. Kita tidak perlu takut kalau cita-cita kita berbeda dengan harapan orang tua kita. Ada beberapa fakta yang membuktikan bahwa jika seorang anak melakukan apa yang dicita-citakan oleh orang tua mereka, atau jika hanya ikut-ikutan teman saja, sedangkan ia sendiri tidak menyuainya, akan terjadi hambatan dalam dirinya. Hambatan ini akan menyulitkan dalam mencapai cita-cita tersebut.
Salah seorang siswa Putri Rhobiyatul Adzewiyah, siswa 8H, mengaku jika cita-citanya adalah ingin menjadi Reporter VOA . Ketika ditanya, kenapa memilih ingin menjadi Reporter TV, Putri menjawab karena ia suka dengan tantangan. “Soal gajinya berapa saya tidak tahu, yang jelas saya suka Bahasa Inggris dan ketika melihat reporter TV saya merasa ingin menjadi seperti mereka,” tuturnya.
Beda lagi dengan Erma Sholikhatul Khosiyah yang ingin menjadi seorang seniman. Siswa 8F yang berumah di Sembungan, Kejajar, Wonosobo ini mengaku sudah menyukai dunia seni sejak kecil. Ia pun memantapkan langkah, dan sudah mulai membuat ancang-ancang untuk bisa menggapai citanya. “Saya ingin kuliah di ISI (Institut Seni Indonesia_red). Semoga Tuhan mengabulkan,” akunya dengan nada yang mantap.
Sementara Atina Naili Fauziah (8E) dengan tegas mengatakan kalau dirinya ingin menjadi Guru. Siswa kelahiran 15 Februari 2001 ini punya motto hidup yang sederhana, tapi kuat: Seberat apapun beban masalah yang kamu hadapi saat ini, percayalah bahwa semua itu tak pernah melebihi batas kemampuan kamu. “Dengan menjadi guru, saya ingin berbagi, dan ikut mencerdaskan bangsa,” demikian Atina menerangkan ketika ditanya redaksi alasannya ingin menjadi Guru.
Masing-masing dari kita punya impian dan cita-cita yang berbeda. “Yang terpenting bukan cita-citanya, tetapi bagaimana upaya kita dalam meraih cita-cita tersebut,” jelas Bapak Yatiman, Kepala MTs Negeri Wonosobo. “Siswa MTs tidak boleh minder. Bercita-cita jadi Dokter, boleh. Jadi Pilot juga bagus. Tapi jangan kemudian apa yang sudah kita cita-citakan itu hanya menjadi angan-angan. Bersungguh-sungguhlah, pasti akan ada jalan.”
Apa yang disampaikan Kepala MTs N Wonosbo tersebut tidak berlebihan. Memang sudah banyak Alumnus MTs Negeri Wonosobo yang menjadi orang berhasil dalam menggapai impian. Tentu saja mereka meraihnya tidak seperti membalik telapak tangan. Harus ada ikhtiar yang diiringi dengan doa.
Man Jadda Wajada
Siapa bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Dan setiap orang mempunyai cara sendiri untuk menggapai impiannya. Setiap manusia diciptakan dengan keunikannya sendiri, dengan bakat dan kemampuan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Selain bakat dan kemampuan dasar yang berbeda, faktor bagaimana seseorang bergaul dengan lingkungan sekitar juga mempengaruhi tingkat keberhasilan masing-masing orang.
Dalam buku Man Jadda Wajada karya Akbar Zainuddin diterangkan bahwa banyak hal yang berpengaruh terhadap pencapaian kesuksesan ini. Yang paling utama adalah tentang cara pandang. Seseorang yang dibiasakan hidup dengan penuh optimis, ia akan terbiasa memandang semua persoalan dengan penuh optimis. Sebaliknya, jika ia dibiasakan memandang segala sesuatunya dengan pesimis, akan sulit mengubah cara pandang hidupnya terhadap berbagai persoalan dengan dengan optimisme. Ia akan terbiasa memandang pesimis terhadap berbagai persoalan yang ada.
Persoalan cara pandang ini menjadi penting karena di situlah kunci utama dan awal bagaimana seseorang membuka pintu-pintu keberhasilan yang akan ia masuki. Jika seseorang mampu membangun pola pikir yang optimis dan terbuka terhadap berbagai persoalan yang ada, maka akan lebih mudah baginya untuk berhasil di masyarakat.
Sebagai contoh, banyak orang di antara kita bercita-cita menjadi dokter, mungkin salah satunya karena bisa banyak bermanfaat bagi orang lain karena mengobati orang sakit. Tetapi dari sekian banyak orang yang bercita-cita menjadi dokter, hanya sedikit orang yang kemudian berhasil mencapai cita-cita itu. Banyak sebabnya, ada yang kemudian hanya sekedar cita-cita, kekurangan dana untuk masuk kuliah kedokteran yang mahal, tidak lulus masuk Fakultas Kedokteran, dan berbagai sebab lain. Semua kesulitan dan rintangan yang ada di depan mata itulah yang kemudian menjadi penghalang seseorang mencapai cita-citanya. Padahal, belum tentu juga dengan segala rintangan yang dimiliki tersebut akan menghalanginya mencapai cita-cita, justru jika ia mampu mengatasinya, akan menjadi energi yang sangat kuat untuk terus menghidupkan cita-cita yang dimilikinya. (yusuf)