Korupsi Buku, Jateng Nomor Satu

Judul tulisan ini tentu tidak mengada-ada. Jika mau mencermati pemberitaan media berkait dengan kasus korupsi buku yang terjadi di negeri ini, maka kita akan menganggukinya. Jumlah kasus korupsi buku yang terjadi di beberapa Kabupaten/Kota di Jateng ternyata memang terbanyak dibanding propinsi lain.

Pada tahun 2003-2004 saja kita mencatat setidaknya ada 5 kasus korupsi buku, yakni di Purworejo, Pemalang, Brebes, Salatiga, dan Magelang. Mantan Bupati Purworejo Marsaid, disidangkan dalam perkara yang merugikan negara sebesar Rp 4,6 miliar. Di Pemalang, ada kasus dugaan korupsi proyek pengadaan buku ajar sebesar Rp 26,5 miliar yang melibatkan mantan Kepala Dinas Pendidikan Pemalang, Bambang Sukojo Kepala Tim Pengadaan Barang Josaphat Soenarjo, Pimpinan Kegiatan I Agus Sukisno, dan Pimpinan Kegiatan II Kartijan. Sementara itu Bupati Brebes Indra Kusumah, Ketua DPRD Brebes Sare’i Abdul Rossyid, dan Kepala Dinas Pendidikan Tarsun juga tersandung kasus di mana ketiganya dituduh menggelapkan uang buku Rp 8,3 miliar. Salatiga tidak ketinggalan, terdapat kasus dugaan korupsi pengadaan buku ajar yang merugikan negara sebesar Rp 7,4 miliar. Ada 25 pejabat yang dituding harus bertanggung jawab terhadap kerugian tersebut.

Masih tahun 2004, Mantan Wali Kota Salatiga Totok Minarto (alm.), mantan Kadinas Pendidikan Bakrie, dan Pimpinan DPRD Sri Utami Djatmiko dan Sutrisno disidangkan dalam kasus korupsi buku ajar dengan kerugian negara sebesar Rp 17,6 miliar. Mantan Bupati Kendal telah divonis tujuh tahun penjara, denda Rp. 200 juta dan membayar uang pengganti Rp. 3,47 miliar oleh KPK karena menjadi aktor “rayap buku” menggerogoti uang sebesar Rp. 47 miliar.

Mantan Kabag Keuangan Setda Magelang Sureni Adi dituntut 18 bulan pidana penjara dan denda sebesar Rp 100 juga subsider 6 bulan kurungan atas tuduhan terlibat dalam korupsi proyek buku ajar Kota Magelang tahun 2003. Kasus ini juga menyeret Mantan Wali Kota Magelang H Fahriyanto yang dituntut hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp. 100 juta. Dalam kasus ini negara dirugikan 5, 6 miliar.

Tahun 2006 mantan Bupati Semarang Bambang Guritno telah divonis pengadilan dua tahun penjara karena terbukti korupsi uang buku sebesar Rp 620 juta. Sementara pada tahun 2007 giliran Mantan Bupati Wonosobo Trimawan dimejahijaukan karena terlibat korupsi buku ajar sebesar Rp. 7 miliar. Trimawan melakoni menjadi “rayap buku” bersama Kepala Dinas Pendidikan Wonosobo Johari dan staf PT Balai Pustaka Muradi. Baru Januari 2012 lalu ia resmi divonis 5 tahun penjara dan harus membayar uang pengganti Rp. 200 juta.

Serentetan kasus di atas, jika tidak mencengangkan, tentu ia sangat menyakitkan. Ratusan miliar uang negara, yang sebagian bahkan merupakan utangan dari Bang Dunia, telah digerogoti rayap buku rakus bernama koruptor. Dampak dari korupsi buku ini tentu sangat besar bagi dunia pendidikan. Dan kita tahu, tahun 2011 Jateng menjadi Propinsi tingkat pertama se-Indonesia dalam hal ketidaklulusan siswa tingkat SMP. Apakah “prestasi” itu ada kaitannya dengan korupsi buku yang marak terjadi di wilayah ini? Bisa jadi.


Serahkan ke KPK

Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah belum lama ini menyatakan tentang masih adanya 16 kasus dugaan korupsi yang ditangani Kepolisian Daerah Jawa Tengah penanganannya macet. Dari ke-16 kasus tersebut didominasi oleh kasus korupsi buku ajar, yang di dalamnya terdapat 9 kasus macet.

Penanganan kasus korupsi memang terbilang sangat lamban. Bahkan kasus korupsi buku ajar Kota Magelang sudah sejak tahun 2003 disidangkan dan sampai sekarang masih belum tuntas. Mestinya, korupsi buku ajar yang kerap macet di Kepolisian dan seret di Pengadilan bisa dilimpahkan ke KPK. Lebih-lebih jika itu melibatkan pejabat setingkat Bupati/Wali Kota.

Korupsi memang tidak mengenal jabatan dan tempat. Karenanya korupsi bisa menjangkit, bahkan menular ke mana saja dan bisa dilakukan siapa saja. Korupsi buku yang terjadi di Kabupaten/Kota di Jateng dan beberapa daerah di luar Jateng seperti Sleman, Karawang, dan Garut  adalah bentuk pengkhianatan terhadap bangsa ini.


Siapa Aktor “Rayap Buku”


Dari berbagai kasus korupsi buku, aktor rayap buku yang paling dominan melakukan penyimpangan pengadaan buku pelajaran adalah dari Dinas Pendidikan dan Wali/Bupati. Hal ini dikarenakan secara struktural Dinas Pendidikan dan Bupati/Wali Kota sebagai atasannya memiliki otoritas untuk menentukan sekolah mana yang layak untuk mendapat proyek.

Namun, sejak 2006 bantuan buku sudah diwujudkan melalui Bantuan Operasional Siswa (BOS) Buku sehingga kesempatan menjadi “rayap buku” aktor-aktor di atas cukup terganjal. BOS Buku, meski besarnya tidak sampai miliaran, mestilah penting pula dilakukan pengawasan. Sebab, para punggawa sekolah, dengan hak mereka bekerja sama dengan penerbit rekanan, rentan pula untuk memanipulasi harga buku.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »