M.Yusuf Amin N
Ditambahkannya mata pelajaran Teknologi Informatika (TIK) sebagai mata pelajaran wajib adalah satu titik cahaya, meskipun sebenarnya agak terlambat (sewaktu saya esde, kemudian MTs, dan lulus MAN tahun 2002 belum ada materi TIK). Penguasaan ilmu di bidang TIK memang sangat penting guna membekali para siswa di era digital sekarang. Namun sayangnya, masih banyak sekolahan yang minim fasilitas sehingga proses pembelajaran pun jadi terhambat. Padahal materi-materi dalam mapel TIK lebih banyak membutuhkan praktek dari pada teori. Bahkan, kasarannya, tidak usah teori pun tak apa, orang bisa bisa komputer kalau ia memilikinya sendiri, menggunakannya setiap hari dengan sedikit panduan dari orang-orang yang sudah paham.
Sebagai guru, tentu saya tertantang untuk mengembangkan proses pembelajaran, tidak hanya dengan mengajak siswa berdiskusi, menonton film dokumenter, tetapi juga dengan memanfaatkan media internet. Tapi begitulah, setiap uji coba, pasti menemukan kendala...
Suatu ketika, setelah melakukan ulangan harian (UH) dan ada beberapa siswa yang nilainya tidak tuntas, saya menyuruh mereka untuk remidi. Jika biasanya remidi dilakukan dengan kembali mengerjakan soal dengan Standar Kompensi yang sama, maka kali itu saya menyuruh siswa untuk membuka alamat blog yang saya buat. “Silahkan kalian buka www.tintaguru.com. Ada dua soal di situ. Satu soal kamu jawab dengan langsung menulisnya di kolom komentar, dan satu jawaban lagi kamu tulis di kertas,” terang saya. Soal tersebut bisa ditemui di sini.
Para siswa saling pandang. Lalu ramai. Beberapa yang merasa paham, memberi tahu yang lain.
Apa yang terjadi kemudian? Tak ada seorang pun siswa yang menuliskan jawaban di kolom komentar postingan remidi yang saya buat, tapi mereka mengumpulkan jawabannya dengan kertas. Saya saya tanyakan langsung, para siswa menjawab “tidak tahu caranya.” Tidak tahu? Bukankah mereka sudah kelas VIII? Sudah sampai di manakah materi TIK yang mereka dapatkan? Dan bukankah LAB Komputer di sekolahan kami juga telah tersambung dengan internet? Sekian pertanyaan muncul dalam benak saya.
Lalu saya menduga-duga kemungkinan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Mungkin mereka memang belum paham. Mereka sudah diajari bab tentang internet, situs, website, blog, email, chatting, dan seterusnya, tetapi karena mereka hanya memegang komputer seminggu sekali yaitu di LAB sekolahan, maka teori-teori yang telah mereka dapatkan pun menguap begitu saja. Pikir saya, bagaimana dengan sekolah-sekolah yang tak memiliki LAB komputer maupun internet? Tentu akan lebih parah. Para siswa hanya akan mengenal rumus-rumus microsoft exel, cara menggunakan email, dan lain-lain sekadar teori untuk dihafal dan dilupakan.
Belajar dari pengalaman tersebut, saya tak patah semangat. Memanfaatkan media online sebagai media pembelajaran, selain akan mengenalkan pada siswa bersentuhan langsung dengan high tecnology itu, secara tidak sadar sebenarnya juga memberitahukan kepada cara memanfaatkan media internet dengan tepat, hingga pada akhirnya mereka jauh dari pikiran untuk mengakses situs-situs yang sesat atau sekadar bermain game online, Fesbuk atau twitter.