Selir Para Diktator

Oleh: M. Yusuf Amin N

Judul Buku: Rahasia Kehidupan Seks Para Diktator Besar
Penulis: Nigel Cawthorne
Penerjemah: Slamet Riyanto
Penerbit: Alas Publishing, Yogyakarta
Cetakan: I, April 2007
Tebal Buku: xv + 292 halaman

Dalam suratnya kepada seorang Uskup sejarawan liberal bernama Lord Acton mengatakan, bahwa kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan absolut benar-benar membuat pemimpin korup. Aforisme tersebut ternyata mendapat pembenaran sejarah kediktatoran yang terjadi di berbagai belahan dunia. Kekuasaan yang mutlak, disadari atau tidak, cenderung membawa seorang bertindak sekehendaknya, merobohkan segala norma demi kepuasan hidup, baik lahir maupun batin, lebih-lebih menyangkut kebutuhan seksualnya.

Pada mulanya seorang suami tentu saja mengagungkan kesetiaan pada istrinya. Akan tetapi, bagi para diktator besar, menjaga kesetiaan bukanlah pekerjaan yang sepele. Godaan seorang diktator jauh lebih besar dibanding dengan orang kebanyakan. Bayangkan: Anda seorang doktator yang dapat memerintah dengan hanya mengacungkan jari telunjuk, yang kata-katanya menjadi sabda, sementara di sekeliling Anda perempuan-perempuan cantik menggoda. Tepat kiranya kalau Henry Kissinger mengatakan bahwa kekuasaan adalah perangsang nafsu yang paling hebat.

Anggapan yang mengatakan kalau para diktator komunis tidak peduli dengan seks dan hanya memikirkan tentang kepentingan rakyat kiranya patut dikoreksi kembali. Nigel Cawthorne, penulis buku ini, mengungkap bahwa Lenin merupakan salah satu pria yang memiliki banyak wanita, namun dia hanya tertarik pada wanita-wanita yang terlibat dalam perjuangan revolusi. Sedangkan Stalin dikabarkan biasa mengeluh, bahwa Nadya, istrinya, sama sekali tidak memenuhi seleranya. Stalin melampiaskan hasrat seksualnya pada para selirnya yang memiliki hidung pendek dan mancung.

Perhatikan pula kehidupan Mussolini, diktator yang sempat memegang kendali Italia. Ia menyukai perempuan yang cerdas, khususnya para guru. Selirnya, tulis Nigel, terdiri dari wartawati, istri para anggota partai, aktris, wanita-wanita bangsawan, dan para turis asing. Ironisnya, Mussolini memberikan hukuman keras terhadap perzinahan dengan alasan, perzinahan dapat menulari penyakit sipilis. Dia juga melarang keras dansa modern dan mencoba menyusun peraturan terhadap kehidupan malam Roma yang bobrok.

Bagaimana dengan Adolf Hitler? Mungkin Hitler merupakan diktator paling aneh sepanjang sejarah. Lima di antara kekasihnya bunuh diri karena praktik-praktik seksual yang ia lakukan dengan sangat menjijikan. Meskipun Hitler tahu bagaimana caranya merayu wanita, dia kurang berhasil dengan wanita-wanita yang lebih muda. Di Munich, ditemani sopir pribadinya, Hitler biasa memburu gadis-gadis. Hitler sempat juga menjalin hubungan asmara dengan keponakan perempuannya sendiri, Geli Raubal. Selirnya yang lain, antara lain, Renate Muller dan Linda Basquette, yang merupakan bintang film.

Di Kuba ada Fidel Castro yang—sejak istrinya meninggal dunia—selalu menugaskan pengawal keamanannya untuk mencarikan teman tidur. Di Paraguay ada Fransisco Lopéz, yang gila kekuasaan, harta, dan memiliki banyak selir. Sementara di negara-negara berpaham Islam, kehidupan para pemimpinnya juga tak luput dari tinta merah sejarah. Raja Farouk dari Mesir memberlakukan droit du roi (hak raja) terhadap para wanita dan anak perempuan yang tercantik dari warganya. Terdapat pula sejumlah laporan tentang ketidaksetiaan Sadam Husain terhadap istrinya, juga perihal selir-selirnya yang disimpan di istana-istana yang khusus dibangun untuk itu.

Sulit dipercaya kalau Nigel menulis buku Rahasia Kehidupan Seks Para Diktator Besar ini hanya berdasarkan sejumlah “konon” dan “desas-desus”, meski dalam buku ini banyak dijumpai kata-kata itu. Buku ini serasa kurang lengkap karena Nigel tak memberikan keterangan yang jelas perihal dari mana sumber berita didapat. Daftar pustaka yang begitu peting dalam penulisan sejarah bahkan terlewatkan begitu saja. Meski begitu buku ini tetap menarik dibaca karena di dalamnya bukan hanya mengulas selir para diktator, melainkan juga berusaha menyelami kehidupan asmara mereka. Kisah-kisah romantis para diktator dari mulai remaja sampai akhir hayatnya dalam buku ini dapat menggugah kesadaran kita, bahwa sekeras apapun tangan para diktator, sebetulnya mereka tetap menyimpan cinta.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »