A. PENGERTIAN
MANAJEMEN KEUANGAN
Kata “manajemen” (management)
mempunyai beberapa arti, tergantung pada konteksnya. Dalam bahasa Inggris, management berasal dari kata kerja to
manage yang dalam bahasa Indonesia dapat berarti mengurus, mengatur,
mengemudikan, mengendalikan, mengelola, menjalankan melaksanakan dan memimpin[1].
Ada banyak pengertian manajemen yang telah dikemukakan oleh para ahli. Salah
satunya adalah, Silalahi mengartikan “manajemen sebagai proses perencanaan,
pengorganisasian, pengisian staf, pemimpinan, dan pengontrolan untuk optimasi
penggunaan sumber-sumber dan pelaksanaan tugas-tugas dalam mencapai tujuan
organisasional secara efektif dan efisien”.[2]
Dari beberapa pendapat mengenai manajemen yang di kemukakan para
ahli, dapat di ambil pengertian bahwa manajemen merupakan suatu usaha mencapai
tujuan tertentu dengan menggunakan dan memberdayakan semua sumber daya, baik
manusia maupun sumber daya lainnya. Manajemen adalah seni. Seni dalam mengorganisasi
sesuatu untuk mewujudkan seuatu tujuan tertentu.
Institusi, organisasi, lembaga atau bahkan
diri manusia, dan termasuk juga sekolah membutuhkan adanya manajemen. Dalam
modul yang ditulis oleh Abdul Choliq, dikatakan bahwa manajemen merupakan kekuatan utama dalam
organisasi apapun. Manajemen digunakan sebagai rujukan untuk mengatur atau
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan subsistem dan menghubungkannya dengan
lingkungan organisasi, khususnya dalam pembinaan para anggotanya. Manajemen
makin berkembang seiring dengan semakin kompleksnya tatanan kehidupan baik
dalam organisasi pemerintah maupun lembaga-lembaga swasta karena tuntutan
perkembangan zaman, manusia terus berupaya untuk mendapatkan alat pemecahan
yang tepat guna, terpadu dan
komprehensif. Demikian pula agar organisasi
menjadi maju diperlukan manajemen yang baik untuk menata segala bidang
yang ada di dalam organisasi yang
bersangkutan, pembinaan terhadap anggota organisasi sebagai sumber daya
manusia, bidang sarana dan prasarana, bidang administrasi dan termasuk juga
bidang keuangan.[3]
Manajemen keuangan merupakan salah satu substansi manajamen sekolah
yang akan turut menentukan berjalannya kegiatan pendidikan di
sekolah. Sebagaimana yang terjadi di substansi manajemen pendidikan pada
umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan melalui proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan atau
pengendalian.
Beberapa kegiatan manajemen keuangan yaitu memperoleh dan
menetapkan sumber-sumber pendanaan, pemanfaatan dana, pelaporan, pemeriksaan
dan pertanggungjawaban.
Adapun tujuan dari manajemen keuangan adalah untuk memperoleh, dan
mencari peluang sumber-sumber pendanaan bagi kegiatan sekolah, agar bisa
menggunakan dana secara efektif dan tidak melanggar aturan, dan membuat laporan
keuangan yang transparan dan akuntabel.
Di sinilah peran seorang manager sekolah atau Kepala Sekolah untuk
mengelola keuangan dengan sebaik mungkin dengan memperdayakan sumber daya
manusia yang ada di lingkungan sekolah.
Melalui kegiatan manajemen keuangan
maka kebutuhan pendanaan kegiatan sekolah dapat direncanakan, diupayakan
pengadaannya, dibukukan secara transparan, dan digunakan untuk membiayai
pelaksanaan program sekolah secara efektif dan efisien. Untuk itu tujuan
manajemen keuangan adalah[4]:
1. Meningkatkan
efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan sekolah
2. Meningkatkan
akuntabilitas dan transparansi keuangan sekolah.
3. Meminimalkan
penyalahgunaan anggaran sekolah.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan
kreativitas kepala sekolah dalam menggali sumber-sumber dana, menempatkan
bendaharawan yang menguasai dalam pembukuan dan pertanggung-jawaban keuangan
serta memanfaatkannya secara benar sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
C. PRINSIP-PRINSIP
MANAJEMEN KEUANGAN
Manajemen keuangan sekolah perlu memperhatikan sejumlah prinsip.
Undang-undang No 20 Tahun 2003 pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan dana
pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan
akuntabilitas publik. Disamping itu prinsip efektivitas juga perlu mendapat
penekanan. Berikut ini dibahas masing-masing prinsip tersebut, yaitu
transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi.[5] Berikut ini adalah penjabarannya:
1.
Transparansi
Transparan berarti adanya keterbukaan. Transparan di bidang manajemen
berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Di lembaga
pendidikan, bidang manajemen keuangan yang transparan berarti adanya
keterbukaan dalam manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber
keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus
jelas sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk
mengetahuinya. Transparansi keuangan sangat diperlukan dalam rangka
meningkatkan dukungan orangtua, masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan
seluruh program pendidikan di sekolah. Disamping itu transparansi dapat
menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah, masyarakat, orang tua
siswa dan warga sekolah melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di
dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Beberapa informasi keuangan yang bebas diketahui oleh semua warga sekolah
dan orang tua siswa misalnya rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah
(RAPBS) bisa ditempel di papan pengumuman di ruang guru atau di depan ruang
tata usaha sehingga bagi siapa saja yang membutuhkan informasi itu dapat dengan
mudah mendapatkannya. Orang tua siswa bisa mengetahui berapa jumlah uang yang
diterima sekolah dari orang tua siswa dan digunakan untuk apa saja uang itu.
Perolehan informasi ini menambah kepercayaan orang tua siswa terhadap sekolah.
2.
Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain
karena kualitas performansinya dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan
yang menjadi tanggung jawabnya. Akuntabilitas di dalam manajemen keuangan
berarti penggunaan uang sekolah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
perencanaan yang telah ditetapkan. Berdasarkan perencanaan yang telah
ditetapkan dan peraturan yang berlaku maka pihak sekolah membelanjakan uang
secara bertanggung jawab. Pertanggungjawaban dapat dilakukan kepada orang tua,
masyarakat dan pemerintah. Ada tiga pilar utama yang menjadi prasyarat
terbangunnya akuntabilitas, yaitu (1) adanya transparansi para penyelenggara sekolah dengan menerima
masukan dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam mengelola sekolah , (2)
adanya standar kinerja di
setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan
wewenangnya, (3) adanya partisipasi
untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan
masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah dan pelayanan yang
cepat
3.
Efektivitas
Efektif seringkali diartikan sebagai pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Efektivitas lebih menekankan pada kualitatif outcomes.
Manajemen keuangan dikatakan memenuhi prinsip efektivitas kalau kegiatan yang
dilakukan dapat mengatur keuangan untuk membiayai aktivitas dalam rangka
mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan dan kualitatif outcomes-nya
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
4.
Efisiensi
Efisiensi
adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan keluaran (out put)
atau antara daya dan hasil. Daya yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu,
biaya. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua hal:
a. Dilihat dari segi penggunaan waktu, tenaga dan biaya:
Kegiatan dapat
dikatakan efisien kalau penggunaan waktu, tenaga dan biaya yang
sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang ditetapkan.
b. Dilihat dari segi hasil
Kegiatan dapat
dikatakan efisien kalau dengan penggunaan waktu, tenaga dan biaya tertentu
memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kuantitas maupun kualitasnya.
Tingkat
efisiensi dan efektivitas yang tinggi memungkinkan terselenggaranya pelayanan
terhadap masyarakat secara memuaskan dengan menggunakan sumber daya yang
tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
C. Rencana Anggaran dan Sumber Dana Sekolah
Anggaran belanja adalah suatu
pernyataan yang terurai tentang sumber-sumber keuangan yang perlu untuk
melaksanakan berbagai program sekolah selama periode satu tahun fiskal. Proses
pembuatan anggaran pendidikan melibatkan penentuan pengeluaran maupun
pendapatan yang bertalian dengan keseluruhan operasi sekolah.[6]
a. Jenis
Kegiatan
a) Kegiatan
operasi, yaitu kegiatan-kegiatan dengan menggunakan alat atau tanpa alat yang
berkaitan dengan proses belajar mengajar baik dalam maupu di luar kelas.
b) Kegiatan
Perawatan, yaitu kegiatan perawatan yang dilakukan untuk memelihara dan
memperbaiki sarana dan prasarana yang ada di sekolah agar sarana prasaran
tersebut dapat berfungsi dalam menunjang kelancaran proses belajar mengajar.
b. Sumber Dana
Sumber dana untuk penyelenggaraan kegiatan pendidikan
di sekolah, yaitu:
a) Dari pemerintah berupa:
a) Dari pemerintah berupa:
- Anggaran Rutin (DIK)
- Anggaran Operasional, pembangunan dan perawatan
(OPF)
- Dana Penunjang Pendidikan (DPP)
b) Dari orang tua siswa, adalah dana yang dikumpulkan
dari pengurus BP3/ komite sekolah dari orang tua siswa.
c) Dari masyarakat, misalnya: sumbangan perusahaan
industri, lembaga sosial donatur, tokoh masyarakat, alumni, dsb.
c. 3)
Penyususnan Rencana Operasional (RENOP)
Dalam penyususnan RENOP sebaiknya menempuh kebijakan
berimbang, dan pelaksanaan operasional di sekolah membentuk team work yang
terdiri dari para wakil kepala sekolah dibantu para wakil kepala sekolah
dibantu beberapa guru senior. Atas dasar hasil kerja team tersebut baru dibahas
dalam forum rapat dewan guru dan nara sumber lain yang dianggap perlu, sehingga
akan bertanggung jawab terhadap keberhasilan rencana tersebut.
Untuk memformat program kerja tersebut,
langkah-langkah yang dilakukan :
a) Menginventarisir kegiatan sekolah pada tahun ajaran mendatang
a) Menginventarisir kegiatan sekolah pada tahun ajaran mendatang
b) Menyusun list kegiatan menurut sekolah prioritas
c) Menentukan sasaran atau volume
d) Menentukan unit cost dengan membandingkan unit cost
atau penjajakan ke jalan
e) Menghimpun data pendukung :
e) Menghimpun data pendukung :
• Data sekolah ( murid, guru, pegawai, pesuruh, jam
mengajar, praktik laboratorium)
• Data fisik ( gedung, ruang kepsek, ruang guru, ruang laboratorium, WC, dan lain-lain)
• Data fisik ( gedung, ruang kepsek, ruang guru, ruang laboratorium, WC, dan lain-lain)
f) Membuat kertas kerja dan laporan
g) Menentukan sumber dana dan pembenaan anggaran
h) Menuangkan dalam format baku untuk usulan RENOP
i) Proses usulan atau pengiriman
Sementara itu, menurut
Consortium on Renewing Education[7] Sekolah (lembaga
pendidikan) mempunyai lima bentuk modal yang perlu dikelola untuk keberhasilannya yaitu:
1. Integrative capital (modal integrative)
2. Human capital (modal manusia)
3. Financial capital (modal keuangan)
4. Social capital (modal social)
5. Political capital (modal politik)
Modal integratif adalah modal yang berkaitan dengan
pengintegrasian empat modal lainnya untuk dapat dimanfaatkan bagi pencapaian
program/tujuan pendidikan. Modal manusia adalah sumberdaya manusia
yang kemampuan untuk menggunakan pengetahuan bagi kepentingan proses
pendidikan/pembelajaran. Modal keuangan adalah dana yang diperlukan
untuk menjalankan dan memperbaiki proses pendidikan. Modal sosial
adalah ikatan kepercayaan dan kebiasaan yang menggambarkan sekolah sebagai komunitas.
Modal politik adalah dasar otoritas legal yang dimiliki untuk
melakukan proses pendidikan/pembelajaran.
D. PROBLEMATIKA
MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH
Manajemen keuangan sekolah tidak
luput dari berbagai masalah. Di antara masalah-masalah tersebut adalah, penyalahgunaan
keuangan untuk memperkaya diri (korupsi), membebankan pembiayaan kepada siswa
didik, pelaporan keuangan yang penuh manipulasi, pembelanjaan keuangan yang
tidak tepat guna, dan lain sebagainya. Dari masalah-masalah yang telah
disebutkan akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut:
a. Penyalahgunaan keuangan untuk memperkaya
diri (korupsi)
Korupsi memang sudah menjamur di
mana-mana, baik instansi swasta maupun negeri, termasuk juga di sekolah.
Korupsi adalah tindakan memperkaya diri dengan berbagai cara yang melanggar
aturan hukum.
Korupsi di sekolah sebenarnya bisa
dilakukan oleh siapa saja, tetapi yang seringkali terjerat dalam kasus korupsi
biasanya adalah kepala sekolah dan bendahara. Kepala sekolah sebagai manajer
memiliki keleluasaan dalam mengendalikan uang. Kebijakan-kebijakan yang di
keluarkan kadang-kadang tidak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan dalam
Rencana Anggaran Belanja Sekolah.
Hasil penelitian Indonesia
Corruption Watch (ICW) sepanjang tahun 2007 hingga 2010 membuktikan bahwa korupsi di ranah sekolah
ternyata sangat menggiriskan. Menurut Ade Irawan, Kepala Divisi
Monitoring Pelayanan Publik ICW, masalahnya terletak pada hubungan antara
sekolah dengan dinas pendidikan. Otonomi sekolah yang diwujudkan melalui
program Manajemen Berbasis Sekolah tidak benar-benar membuat sekolah otonom.[8]
Sayangnya korupsi di tingkat sekolah
seringkali dibiarkan oleh aparat penegak hukum. Sebab, konon jumlahnya
tergolong kecil sedangkan para aparat sedang berupaya menjaring para koruptor kakap.
Memang sudah kacau balau negeri ini. jika koruptor-koruptor kelas teri
dibiarkan, maka sama saja dia sedang dibiaran untuk berlatih korupsi. Dan
bagaimana jika dianalogikan, sepuluh teri sama dengan satu kakap. Dan bukankah
biasanya, korupsi di sekolah sangat merugikan negeri ini dalam jangka panjang,
karena sekolah sebagai pencetak generasi penerus bangsa.
b. Membebankan
pembiayaan kepada siswa didik
Anggaran
dari pemerintah sebesar 20% teranya masih sangat kurang. Buktinya, hampir semua
sekolah mengadakan pungutan kepada siswa. Jumlah pungutannya beragam, ada yang
ringan, ada pula yang luar biasa besar.
Pungutan-pungutan
tersebut terkadang dibuat oleh pihak sekolah dan pengurus komite. Biasanya,
pengurus komita sudah kong kali kong dengan pengurus sekolah, dan kemudian
dipasrahi agar bagaimana semua wali siswa menyetujui anggaran yang sudah
direncanakan ketika diadakan rapat yang mengundang semua wali siswa. Perlu dicatat,
biasanya pengurus komite mendapatkan honor bulanan dari sekolah, dan anehnya, honor kerap
membuat para pengurus komite menjadi kehilangan daya kritisnya.
Semestinya,
pengurus komite bisa bersikap kritis, sehingga dana yang dibebankan kepada
siswa bisa diperingan dengan cara menghilangkan pengeluaran-pengeluaran yang
tidak diperlukan, dan memangkas pengeluaran-pengeluaran yang gendut.
Tapi banyak
juga sekolah yang menarik pungutan tanpa terlebih dulu mengadakan rapat dengan
wali siswa. Begitu saja besarnya pungutan ditetapkan, dan jika tidak setuju
boleh untuk keluar. Sekolah dengan aturan menjijikan seperti itu biasanya
adalah sekolah yang dicap sebagai sekolah unggulan, berperestasi, atau bahkan
dengan embel-embel sekolah rintisan berstandar internasional (RSBI). Rintisan
semestinya menjadi contoh yang baik, salah satunya adalah dengan memberikan
biaya murah, tetapi ternyata tidak.
Padahal, sebagaimana
dikemukakan Musni Umar, mantan ketua komita SMA 70 dalam gugatannya kepada mahkamah konstitusi. Di RSBI SMA 70 paling tidak terdapat
lima penerimaan uang. Pertama,
melalui rekening Komite SMA 70 di Bank Mandiri untuk pembayaran SPDB dan RSB. Kedua,
menerima langsung uang dari orang tua atau siswa di loket sekolah, baik
pembayaran SPDB maupun RSB. Ketiga,
penerimaan dan pengeluaran kelas internasional. Keempat,
penerimaan dan pengeluaran kelas CB. Kelima,
penerimaan dan pengeluaran dari pemerintah, seperti bantuan operasional
pendidikan dan pembayaran listrik, telp, dan sebagianya.[9] Kurang apa lagi?
Dengan
otonomi yang lebih besar memang sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam
mengelola sekolahnya sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan kemandiriannya
sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program yang lebih sesuai
dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki. Namun, kemandirian sekolah harus
didukung dengan kemandirian dalam menggali sumber daya keuangan dan
mengelolanya secara mandiri.[10]
Sumber
keuangan semestinya tidak melulu merengek minta sama wali siswa, tetapi bisa
diusahakan dengan jalan lain, semisal membuat koperasi sekolah, atau usaha
mandiri lainnya.
- Pelaporan keuangan yang penuh manipulasi
Laporan
keuangan mestinya dibuat secara tranparan dan akuntabel. Tetapi terkadang
laporan keuangan sekolah dibuat dengan kecurangan yang sadar. Sebagian kalangan
beranggapan, bahwa mencurangi untuk kebaikan adalah baik, alias halal. Maka
mereka menganggap sah-sah saja membuat laporan palsu, yang penting uang
tersebut digunakan untuk kepentingan bersama, demi kebaikan bersama, dan untuk
dimakan bersama. Jika demikian adanya, maka, apa gunanya peraturan dibuat?
Bukankah peraturan dibuat untuk ditaati bukan untuk disiasati.
Banyak
alasan kenapa muncul laporan-laporan keuangan palsu, kuitansi palsu, tanda
tangan palsu, stempel palsu. Yang jelas, yang palus-palsu tersebut tentu tidak
dibenarkan, tidak seperti gigi palsu.
Ada sebuah
anggapan bahwa pungutan yang dilakukan oleh sekolah
melalui komite sekolah kepada wali murid atau calon wali murid bukan uang
Negara sehingga tidak perlu dimasukkan ke dalam rekening Negara atau APBD sebagai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Tentu saja hal ini
bertentangan dengan UU RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 1
ayat (1) dan Pasal 2 huruf (i). Intinya “keuangan Negara adalah kekayaan pihak
lain yang diperoleh dengan menggunakan
fasilitas yang diberikan pemerintah”.
Sekolah bersama komite sekolah (sebagai
fihak lain) memperoleh dana masyarakat yang dipungut dari wali murid melalui
berbagai cara dengan menggunakan fasilitas Negara atau difasilitasi oleh
pemerintah/sekolah negeri. Dana sedemikian semestinya menjadi bagian dari
keuangan Negara yang pengelolaannya harus mengikuti peraturan perundangan yang
berlaku.
- Pembelanjaan keuangan yang tidak tepat guna
Bukankah sekolah sudah
menyurun rencana anggaran belanja setiap tahun? Rencana tersebut bukan sekadar
rencana, tetapi untuk diaplikasikan. Kalau toh kemudian muncul anggaran yang
tidak terduga, itu wajah, tetapi biasanya yang tidak terduga itu tidak banyak.
Oleh karena itu, pengeluaran anggaran belanja semestinya tetap berpegang pada
rencana yang telah dibuat.
Dalam rencana anggaran
terkadang masih bersifat umum. Misal, anggaran untuk membeli buku. Tidak
disebutkan buku apa secara pasti. Tetapi manager sekolah harus arif dalam
membelanjakan buku yang memang benar-benar dibutuhkan, bukan kemudian belanja
buku apa saja asalkan diskonnya besar dan kemudian diskon tersebut masuk
kantong sendiri.
![]() |
Klik gambar untuk download makalah ini dalam format .doc |
E.
KESIMPULAN
Manajemen keuangan merupakan salah satu substansi manajamen sekolah
yang akan turut menentukan berjalannya kegiatan pendidikan di
sekolah. Sebagaimana yang terjadi di substansi manajemen pendidikan pada
umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan melalui proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan atau
pengendalian.
Adapun tujuan dari manajemen keuangan adalah untuk memperoleh, dan
mencari peluang sumber-sumber pendanaan bagi kegiatan sekolah, agar bisa
menggunakan dana secara efektif dan tidak melanggar aturan, dan membuat laporan
keuangan yang transparan dan akuntabel.
Ada beberapa prinsip manajemen keuangan sekolah, yaitu transparansi,
akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi. Prinsip-prinsip manajemen tersebut ternyata
tidak diterapkan di semua sekolah. Ada beberapa masalah dalam manajemen
keuangan sekolah antara lain: penyalahgunaan keuangan untuk memperkaya diri
(korupsi), membebankan pembiayaan kepada siswa didik, pelaporan keuangan yang
penuh manipulasi, pembelanjaan keuangan yang tidak tepat guna, dan lain
sebagainya. Masalah-masalah tersebut harus mendapatkan perhatian, khsususnya
dari pemerintah dan komite sekolah, sehingga tidak menghambat dan merugikan
banyak pihak.
Daftar Rujukan
Abdul Choliq. Modul Kuliah Pasca Sarjana. 2011, tidak
diterbitkan.
Direktorat
Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan. Materi Pembinaan Profesi Kepala Sekolah/Madrasah. 2007. Departemen Pendidikan
Nasional.
Kadarman,
A.M. dan Udaya, Jusuf. 1992. Pengantar Ilmu Manajemen: Buku Panduan
Mahasiswa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model, dan Aplikasi. 2003. Grasindo: Jakarta.
Murphy, J. and Louis, K.S., (1999), Handbook of Research on Educational Administration, 2nd Edn, San Fransisc: Jossey-Bass Publisher
Silalahi,
Ulbert, Pemahaman Praktis Asas-asas Manajemen. 2002. Cet. Kedua, Mandar
Maju: Bandung.
John M.Echols dan Hasan
Shadily,
Kamus Inggris Indonesia.
2005.
PT. Gramedia: Jakarta.
Keppres No. 24 Tahun 1995 Tentang
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional serta Menteri Keuangan
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d528dc2163d1/model-korupsi-di-sekolah-semakin-canggih.
diunduh 23 Desember 2012.
Musni Umar, http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/Risalah/risalah_sidang_Perkara%20No.5.PUU.X.2012,%20tgl %2015%20MEI%202012.pdf, diunduh 23 Desember 2012
[1] John M.Echols dan Hasan Shadily,
Kamus Inggris Indonesia. 2005. PT. Gramedia: Jakarta,
hlm. 372
[2] Silalahi,
Ulbert, Pemahaman Praktis Asas-asas Manajemen. 2002. Cet. Kedua, Mandar
Maju: Bandung, hlm. 4.
[3] Abdul Choliq.
Modul Kuliah Pasca Sarjana. 2011, tidak diterbitkan.
[4]
Kadarman, A.M. dan Udaya,
Jusuf. 1992. Pengantar Ilmu Manajemen: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 18
[5] Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Materi Pembinaan Profesi
Kepala Sekolah/Madrasah. 2007. Departemen
Pendidikan Nasional., hlm. 9-17
[6] Keppres No. 24 Tahun 1995 Tentang
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional serta Menteri Keuangan
[7]
Murphy, J. and Louis, K.S.,
(1999), Handbook of Research on Educational Administration, 2nd Edn, San Fransisc: Jossey-Bass
Publisher. Hlm. 515
[8] Disarikan
dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d528dc2163d1/model-korupsi-di-sekolah-semakin-canggih.
diunduh 23 Desember 2012.
[9]
Musni Umar, http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/Risalah/risalah_sidang_Perkara%20No.5.PUU.X.2012,%20tgl %2015%20MEI%202012.pdf,
diunduh 23 Desember 2012
[10] Nurkolis,
Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model, dan Aplikasi. 2003. Grasindo: Jakarta,. hlm 9-10.
Baca juga artikel populer blog ini seputar fiqh khilafiyah NU-Muhammadiyah:
Kenapa NU dan Muhammadiyah bisa berbeda pendapat: Baca Sebab dan Sejrah Munculnya Khilafiyah
Baca juga artikel populer blog ini seputar fiqh khilafiyah NU-Muhammadiyah:
- Fiqh Khilafiyah NU-Muhammadiyah: Seputar Dzikir
- Fiqh Khilafiyah NU-Muhammadiyah: Seputar Hukum (Me)Rokok
- Fiqh Khilafiyah NU-Muhammadiyah: Seputar Masalah Qunut
- Fiqh Khilafiyah NU-Muhammadiyah: Seputar Penentuan Awal Bulan Qamariyah
- Fiqh Khilafiyah NU-Muhammadiyah: Seputar Tahlil
- Fiqh Khilafiyah NU-Muhammadiyah: Seputar Tawasul
- Fiqh Khilafiyah NU-Muhammadiyah: Shalat Tarawih
- Fiqh Khiyafiyah NU-Muhammadiyah: Melafalkan Niat Shalat
1 comments:
commentsThanks pak ni..baru belajar keuangan sekolah...jd tulisannya cukub bermanfaat
Reply